Kata Idha Arfianti Soal Peran Forensik bagi Penyelesaian Kasus Keracunan

546

Baca juga: Rimbawan KAGAMA Angkat Bicara soal Penetapan Luas Hutan Minimum 30 Persen di UU Nomor 41/1999

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi keparahan ini, yakni jumlah organisme atau racun yang masuk, kondisi imunitas dan status kesehatan pasien, mekanisme kerja organisme atau racun, serta variasi individu dalam merespon organisme atau racun.

“Korban yang memakan 2 suap dengan 10 suap tentu akan berbeda keparahan penyakitnya. Kemudian anak-anak, orang tua, dan penderita penyakit kronis lebih rentan terhadap racun.”

“Setiap organisme atau racun juga memiliki kecepatan reaksi yang berbeda-beda, ada yang bereaksi setelah beberapa menit mengonsumsi, tetapi ada pula yang membutuhkan waktu berhari-hari.”

“Selain itu, setiap individu memiliki variasi genetik dan enzim yang berbeda sehingga cara meresponnya juga berbeda,” jelasnya.

Masing-masing bakteri, kata Idha, memiliki masa inkubasi yang berbeda-beda.

Baca juga: KAGAMA Lampung Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Pardasuka, Lampung

Hal ini turut mempengaruhi rentang waktu antara gejala keracunan dan saat mengonsumsi pertama kali.

Untuk mendiagnosa adanya keracunan atau tidak, perlu dilakukan anamnesis, yaitu penggalian informasi dari riwayat aktivitas pasien.

Lalu perhatikan tanda dan gejala klinis, karena beberapa jenis racun menunjukkan gejala yang khas.

Misalnya racun sianida, tubuh korban akan memiliki bercak warna merah muda di tubuhnya setelah meminum racun ini. Jadi, gejala klinis setiap jenis racun harus diobservasi.

“Sampel analisis biologis pasien harus kita ambil, seperti cairan muntahan, darah, atau urin.”

“Jika pasien meninggal dunia, maka kita bisa lakukan otopsi untuk memeriksa organ-organ dalamnya. Begitu pula sampel makanannya harus dianalisis, pastikan mikroorganisme di makanan sama seperti yang ada di tubuh pasien,” jelas dokter dari Departemen Forensik dan Medikolegal UGM ini.

Baca juga: Pemerintah Dorong Pengembangan Kawasan Industri Kendal sebagai Super Koridor Jawa Utara