Kata Idha Arfianti Soal Peran Forensik bagi Penyelesaian Kasus Keracunan

546
Alumnus FK-KMK UGM ini berbagi pengalamannya terkait kasus-kasus forensik kaitannya dengan keracunan. Foto: Ist
Alumnus FK-KMK UGM ini berbagi pengalamannya terkait kasus-kasus forensik kaitannya dengan keracunan. Foto: Ist

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Kasus keracunan makanan bisa berujung menjadi perkara-perkara pidana.

Untuk itu, selain ilmu gizi, dibutuhkan pula ilmu toksikologi forensik untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Dokter Toksikologi Forensik FK-KMK UGM, Idha Arfianti mengatakan, ilmu tersebut diperlukan untuk melihat motif pelaku dalam tindakannya.

“Kita mencoba melihat adanya unsur kesengajaan atau tidak dengan dampak berbeda-beda yang dialami setiap korban.”

“Mungkin ada yang masih hidup dengan keracunan ringan hingga berat atau bahkan sampai meninggal dunia. Karena melibatkan aspek hukum, maka ilmu forensik perlu dihadirkan,” ujarnya.

Baca juga: KAGAMA Sulbar Gotong Royong Galang Donasi untuk Korban Gempa Bumi di Mamuju dan Majene

Penjelasan ini dia babar dalam diskusi online Sonjo Angkringan, bertajuk Keamanan dan Higiene Sanitasi Pangan, yang digelar beberapa waktu lalu oleh gerakan kemanusiaan Sambatan Jogja (SONJO).

Idha menuturkan, aspek forensik dan medikolegal merupakan penggunaan ilmu kedokteran untuk membantu kepentingan penegakan hukum.

Dalam pasal 133 KUHAP, telah dijelaskan bahwa kasus keracunan yang merupakan tindak pidana, pihak yang bersangkutan berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan ahli lainnya.

Belum lama ini terjadi kasus keracunan nasi kuning di Tasikmalaya, Jawa Barat yang jumlah korbannya tembus hingga 500 orang. Tidak semua korban memiliki gejala keracunan yang sama.

Walaupun makanan yang dikonsumsi sama, kata Idha, keparahan penyakit yang dialami korban bisa berbed-beda.

Baca juga: Warga KAGAMA Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Tanah Air