Digitalized Capacity dan Gerakan Sosial Pemuda, Solusi Hadapi Tantangan Digitalisasi UMKM

1190
Platform online hanya alat, pelaku UMKM tetap menjadi aktor utama.(Foto: titipku)
Platform online hanya alat, pelaku UMKM tetap menjadi aktor utama.(Foto: titipku)

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Sampai saat ini Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Selain membantu meningkatkan persentase Gross Domestic Product (GDP), UMKM bisa dibilang sebagai pelaku ekonomi yang memiliki posisi ‘aman’ dari persoalan ekonomi makro.

Menurut dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Rika Fatimah, P.L., S.T, M.Sc., Ph.D., adanya krisis ekonomi global tidak akan berimbas langsung pada eksistensi UMKM.

Kini UMKM memiliki tantangan besar dalam era digital yang menuntut mereka untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi. Sebagian di antaranya sudah mampu memanfaatkan platform digital untuk keperluan usahanya.

Namun, tidak sedikit para pelaku UMKM yang masih menemui kesulitan dalam penggunaan platform digital, bahkan belum menyadari manfaat dari adanya platform digital tersebut.

Henri Suhardja, CEO platform marketplace Titipku.(Foto: titipku)
Henri Suhardja, CEO platform marketplace Titipku.(Foto: titipku)

Persoalan dan Adaptasi UMKM Terhadap Platform Digital

Pelaku UMKM yang masih berusia muda pastinya sudah akrab dengan platform digital. Mereka cukup berhasil menyesuaikan diri di era digital, khususnya dalam pengembangan usaha.

Namun, kemudahan dan manfaat ini tidak sepenuhnya disadari oleh pelaku UMKM yang berusia lanjut. Tak sedikit di antara mereka yang enggan memanfaatkan platform digital ini karena dianggap sulit, terutama dalam pengoperasiannya.

“Problemnya, ada 60 juta UMKM yang masuk online baru 10 persen,” ungkap Henri Suhardja, CEO platform marketplace Titipku kepada Kagama belum lama ini.

Problem ini juga disetujui oleh Rika, bahwa target platform jangan hanya sekadar cepat, tetapi berhenti, bahkan sampai meninggalkan trauma. Pengembangkan UMKM dari segi apapun harus bersifat sustained dan futuristik. Platform digital seharusnya membentuk sebuah sistem. Ada input, proses, kemudian output.

Persoalan lain juga ditemui oleh sebagian pelaku UMKM mengenai platform digital yang menerapkan sistem bagi hasil antara pemilik platform dengan pelaku usahanya. Bagi pelaku UMKM yang memiliki keterbatasan modal, tentu sulit bagi mereka untuk menyisihkan uang sebagai komisi. Hal ini membuat proses digitalisasi UMKM menjadi terhambat.