Rimbawan KAGAMA Ini Berharap Omah Elabu Menjadi Destinasi Wisata Baru di Gunungkidul

1833

Baca juga: Cerita di Balik Jenggot Ganjar Pranowo

Misalnya, di sekeliling pendopo tempat launching, tampak dirimbuni pepohonan dengan beragam jenis.

“Bagi saya dulu, yang penting ada airnya dan bisa lihat Gunung Merapi,” imbuhnya, sambil menunjuk ke arah Gunung Merapi di sisi utara pendopo.

Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia (YPHI) itu juga berkisah tentang arti nama Elabu.

Kisahnya tak lepas dari perjalanan hidup Transtoto kala mengabdi pada sektor kehutanan di Pamekasan, Madura, tahun 80 an.

Putri balitanya, Ovelia Adinda, kala itu masih berumur kurang lebih 1,5 tahun.

Aneka menu Warung Elabu. Foto: Taufiq
Aneka menu Warung Elabu. Foto: Taufiq

Baca juga: Rumah Dahor yang Kaya Sejarah Ini Jadi Latar Video Nitilaku KAGAMA Balikpapan

Suatu hari saat sang putri menonton televisi. Ovelia lantas menunjuki layar televisi dan berucap ‘Papa, tu Elabu… Elabu…’.

Mulanya, Transtoto tak begitu menggubrisnya. Maklum, anak-anak memang suka begitu, pikirnya.

Namun pada suatu hari, saat Transtoto berkendara mobil bersama keluarganya mengitari daerah Pamekasan, Ovelia yang sedang belajar bicara itu kembali berucap ‘Elabu…Elabu’.

Transtoto pun mulai memperhatikan ucapan sang buah hatinya itu.

Rupanya, Ovelia kala itu sambil menunjuki bendera yang tampak dari dalam mobil.

Baca juga: Tujuh Hari Kepergian Setyo Kinanthi, Sosok Pendiam Namun Penuh Dedikasi untuk KAGAMA