Pakar Hukum Alumnus UGM Jelaskan Kenapa Tren Calon Tunggal Meningkat pada Pilkada 2020

704

Baca juga: Pendidikan Humaniora Jadi Prioritas Kerajaan Mataram Kuno sejak Didirikan di Temanggung

Sehingga, hal ini juga memberikan proses politik yang tidak mudah dijalani bagi paslon tunggal.

“Menurut saya, jika tidak ada tim relawan pemenangan kolom kosong, kemenangan yang diraih paslon (kelak) tidak menjadi menarik. Tidak ada tantangan,” ujar Iwan.

“Di sinilah tim pemenangan paslon harus membuktikan diri dan meyakinkan masyarakat Balikpapan bahwa calon yang mereka usung punya kapasitas dan integritas,” terangnya.

Pria yang lulus dari Fakultas Hukum UGM pada 1996 ini menyatakan, dukungan 8 partai kepada paslon baru sebatas kesepakatan di tingkat elite. Mereka belum memperoleh afirmasi secara final oleh masyarakat.

Karena itu, melawan kolom kosong merupakan salah satu ujian untuk membuktikan apakah mereka benar-benar mendapat penerimaan dari masyarakat dengan mengantongi di atas 50 persen suara.

Baca juga: Sertifikasi pada Produk Kehutanan Bisa Jadi Koheren dengan Kepentingan Kapital

Kemenangan atas kolom kosong dalam sejarah Pilkada di Indonesia sudah pernah terjadi.

Misalnya pada Pilkada Makassar 2018 yang dimenangi kolom kosong dengan 53 persen suara. Buntutnya, Pilkada Makassar mesti diulang pada akhir tahun ini.

“Ini adalah pilihan yang saya sebut ‘demokrasi liberal’, ketika kedaulatan ada di tangan rakyat,” tutur Iwan.

“Tidak peduli rakyat itu dari kelas mana pun. Dia bisa memilih kalau sudah punya hak,” jelas dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tersebut.

Menurut Iwan, demokrasi sesuai Pancasila sebenarnya tidak harus ditempuh dengan pemilihan langsung.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Jadi Momentum Manusia untuk Kembali ke Fitrahnya