Catatan Kritis Pakar UGM tentang WHO yang Dinilai Terlambat Merespon Covid-19

839

Baca juga: Wabah Corona di Mata Guru Besar Kehutanan UGM adalah Obat Kesembuhan Alam Semesta

Dari kronologi respon WHO terhadap pandemi, Rum menemukan adanya gap. Ternyata WHO juga kurang baik dalam bekerja. Seperti pada bulan Januari-Februari terlihat ada tarik menarik kepentingan.

“WHO tampak sekali tunduk kepada negara-negara dengan tingkat ekonomi terbesar di dunia, salah satunya Tiongkok. WHO dan Tiongkok sama-sama denial terhadap Covid-19,” terangnya.

Titik permasalahan ada pada aktor rasional, dalam hal ini harapannya ada aktor-aktor yang berpikir secara ideal dalam menghadapi krisis.

Namun, dalam pandemi saat ini ada bandit rasionality. Menurut Rum, mereka adalah orang-orang yang tak mampu berpikir rasional.

WHO mengumumkan status pandemi Covid-19 saat pasien positifnya sudah mencapai 148.000 orang, yang artinya mereka terlambat mengumumkan.

Baca juga: Dirut PT Danareksa Sekuritas Alumnus UGM Beberkan Tips Menjadi Kartini Masa Kini yang Sukses

Hal tersebut juga terjadi pada wabah sebelumnya yakni SARS dan Ebola.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dianggap lemah ketika berhadapan dengan keinginan Tiongkok.

WHO juga memiliki ketergantungan yang tinggi pada negara-negara kontributor, seperti AS dan Tiongkok.

Jika ada ketergantungan, tentunya WHO tidak bisa menjadi lembaga internasional yang independen.

“Organisasi-organisasi internasional yang mengusung tata kelola kesehatan global mutlak membutuhkan justifikasi moral politik,” jelasnya.

Baca juga: Kepedulian KAGAMA Penajam Paser Utara dalam Penanganan Wabah Corona