Larangan Terompet Tahun Baru dan Polemik Fatwa MUI

850

Baca juga: Kisah Sunarto, Alumnus Faperta UGM yang Memilih Jadi Pengusaha Properti

Aziz lantas memberi contoh seperti tasbih, kentongan, menara, hingga baju koko yang dia anggap tidak murni berasal dari Islam.

Lantas, dia juga menganggap orang-orang kurang tepat apabila memahami kasus ini dengan landasan hadis tasyabbuh. 

Bunyi hadis tasyabbuh kurang lebih seperti berikut, “Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka”.

Alasan Azis berkata demikian karena banyak tradisi yang sifatnya dimiliki bersama selain mengandung keserupaan.

Dia memandang barang-barang seperti jubah, sorban, kopyah, dan kerudung adalah contohnya.

Yakni ketika tidak hanya penganut agama Abrahamik (Yahudi, Islam, Kristen, Katolik) yang memakainya dengan berbagai macam bentuk dan nama.

Azis lantas menarik benang merah bahwa budaya berkembang secara cair; menyerap-mengadopsi-memodifikasi dari budaya lain.

Baca juga: 6 Rekomendasi Kagama Sumut untuk Wujudkan Sumatera Utara yang Smart Province

Budaya bisa mengkristal dan dianggap sebagai identitas kelompok tertentu karena konstruksi politik dari kalangan dalam maupun luar.

Tidak terkecuali Sinterklas dan pohon cemara yang diasosiasikan dengan atribut Kristen.

Padahal, kata Azis, pohon Natal diserap dari budaya Eropa, sedangkan Yesus tidak pernah ke Eropa.

Hal ini menjadi sangsi ketika pakaian Sinterklas dan pohon cemara dipandang sebagai identitas Kristen.

Dia pun menyebut sejarah Sinterklas justru tak terlalu berhubungan dengan agama.

Sinterklas, yang baru populer dalam seabad terakhir, malah lebih dikenal di industri iklan.

Yakni sejak perusahaan minuman asal Amerika Serikat, Coca-Cola, mengadopsi Sinterklas dalam iklan mereka pada 1920-an.

Fenomena ini membuat Azis menyebut Sinterklas telah mengalami modernisasi karena ter-Amerika-kan.

Beda jauh dengan Santo Nikolas-basis figur Sinterklas-yang tidak pernah ke Amerika Serikat.

Kesimpulannya, pernak-pernik yang dikira atribut Kristen itu adalah identifikasi yang salah sasaran menurut Azis. (Tsalis)

Baca juga: Bagaimana Mengatasi Kecemasan Soal Uang?