Selama Pandemi Covid-19, Orang Jenis Ini Rentan Alami Gangguan Mental

423

Baca juga: Batch Pertama Sumbangan Sembako KAGAMA Pertanian Rampung, Mahasiswa Farmasi UGM Kaget Dapat Paket 

“Dalam teori stres itu, ibarat stresornya. Nah kita stres atau tidak terhadap stresor yang berupa ketidakpastian itu tergantung bagaimana kita menyikapinya,” tutur Bagus.

Dua strategi itu, kata bagus, menciptakan sesuatu yang pasti dan menyiapkan diri atau mentoleransi terhadap situasi yang serba tidak pasti, serta mencegah gangguan mental.

Artinya, semua orang harus siap dengan segala kemungkinan.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 ini bisa menjadi kesempatan yang baik bagi semua orang untuk merenungi hakekat dari kehidupan manusia, sehingga kita tidak hanya memikirkan pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya.

“Survival itu memang penting. Penghasilan dan produktivitas bukan berarti menjadi sesuatu yang tidak penting, tetapi hal-hal seperti ini bukan sesuatu yang hakiki dalam kehidupan,” ujarnya.

Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan pada Limbah Medis Covid-19?

Bentuk-bentuk survival tersebut bisa dijadikan sebagai aspirasi atau sesuatu yang diusahakan.

Hal itu boleh saja dilakukan. Namun, karena kita saat ini sedang dalam kondisi terisolasi, berarti dalam kesempatan ini kita perlu kembali ke hakekat.

Misalnya, merenungi dasar kehidupan, apa yang kita lakukan selama ini sampai melupakan keluarga, apa tujuan hidup kita, dan lain-lain.

Padahal menurut perspektif kehidupan, keluarga lebih hakiki dari pada pekerjaan, sehingga keluarga bisa kita jadikan sebagai sesuatu yang berharga dalam hidup.

Bagus menegaskan, pekerjaan hanya alat atau sarana untuk menghidupi keluarga. Esensi kehidupan sejatinya datang dari cinta kasih keluarga.

Baca juga: Saran Psikolog UGM kepada Mereka yang Terkena PHK Akibat Covid-19