Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia Masih Stagnan, Begini Kendala dan Solusinya

806
Alumnus Teknik Fisika UGM, Muhammad Ery Wijaya membabar analisisnya tentang pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Foto: Climate Policy Initiative
Alumnus Teknik Fisika UGM, Muhammad Ery Wijaya membabar analisisnya tentang pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Foto: Climate Policy Initiative

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Pemerintah di negara-negara Asia Timur mewajibkan warganya untuk memasang solar pv di atap rumahnya pada tahun 2014-2016.

Senior Analyst Climate Policy Initiative, Muhammad Ery Wijaya mengungkapkan, seiring dengan kebijakan tersebut, permintaan terhadap produk energi terbarukan tentu meningkat dan supply produk menjadi kompetitif.

Kemudian secara tidak langsung meningkatkan investasi energi terbarukan.

“Pada 2017, trennya semakin meningkat di negara-negara seperti AS, Tiongkok, dan India. Kebijakan untuk memanfaatkan energi terbarukan cukup kuat dan mampu bertahan.”

“Harganya cukup atraktif dibandingkan dengan batu bara, sehingga benar-benar serius dalam menargetkan mulai dari kebijakan hingga implementasinya. Namun, pada 2018 terjadi resesi global di kawasan Asia Timur, sehingga tren ini menurun,” terangnya.

Baca juga: Cerita Dokter Alumnus UGM yang Penuh Tantangan Saat Menjadi Relawan Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19

Hal tersebut dia sampaikan dalam acara diskusi Tantangan Penerapan Clean Energy di Indonesia, yang digelar oleh Keluarga Alumni Teknik Fisika dan Teknik Nuklir UGM beberapa waktu lalu secara daring.

Meskipun investasi energi terbarukan menurun di tahun tersebut, adanya perkembangan teknologi membantu produsen menciptakan teknologi energi terbarukan yang semakin canggih.

Artinya, swasta memegang peranan penting dalam pengemangan energi terbarukan di suatu negara.

Menurut Ery, investasi  swasta di negara-negara Asia Timur 85 persen mengalir ke energi terbarukan, sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi perubahan iklim.

Sementera di Indonesia, investasi swasta masih banyak mengalir pada transportasi publik yang menggunakan energi rendah karbon.

Baca juga: Dosen HI UGM: UKM di Indonesia Patut Dijadikan sebagai Acuan Penyokong Ekonomi Regional