Kotagede yang Tak Pernah Dilupakan Para Raja Mataram

800

Baca juga: Alumnus Farmasi UGM Ungkap Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Mengkonsumsi Obat Herbal

Kotagede tetap dianggap sebagai salah satu lokasi sakral yang dimiliki oleh kerajaan.

Hal itu diyakini oleh Ketua LOKANTARA (Lembaga Olah Kajian Nusantara), Dr. Purwadi, M.Hum.

“Sebelum tanda tangan soal kenegaraan, Sinuwun Pakubuwana lll (Raja kedua Kasunanan Surakarta) selalu sowan ke Puralaya Kotagede,” kata Purwadi, alumnus Fakultas Filsafat dan Fakultas Imu Budaya UGM.

Praktik yang demikian dilakukan Pakubuwana III agar mendapatkan petunjuk Tuhan melalui leluhur Mataram.

Leluhur yang ada di sana yakni Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Juru Martani, Panembahan Senapati (Danang Sutawijaya) dan Prabu Hadi Hanyakrawati.

Baca juga: Musisi Jebolan UGM: Masa Pandemi Jadi Momen Reflektif bagi Pekerja Kreatif

Kunjungan ke Puralaya Kotagede melengkapi ritual-ritual lain seperti mahas ing ngasepi (menyendiri dalam sepi) di Gunung Lawu.

Kemudian, siram jamas, tapa kungkum, lek-lekan, cegah dhahar lawan guling, dan berkontemplasi.

“Puroloyo Mataram ini dibangun dengan begitu agung dan anggun. Upacara nyadran dilaksanakan setiap bulan Ruwah oleh Kraton Surakarta Hadiningrat dengan segala kesungguhan,” ucap Purwadi.

“Ini wujud mikul dhuwur mendhem jero. Segenap abdi dalem Kotagede dan Imogiri sowan ke Kraton Surakarta Hadiningrat tiap ada acara tingalan jumenengan dalem dan upacara Grebeg Mulud,” jelasnya.

Dalam perjanjian Giyanti, status Kotagede adalah milik Kasunanan Surakarta.

Baca juga: Dokter Paru RSA UGM: Tak Masalah Menggunakan Masker Saat Berolahraga