Baca juga: Ketua Pengda KAGAMA Sumut Hamied Wijaya Raih Penghargaan Insan UGM Berprestasi 2019
Selanjutnya terjadilah mekanisme pasar, kebutuhan bahan baku industri yang dapat diakses dengan mudah dan harga terjangkau di sisi permintaan, serta melimpahnya produksi kayu raktyat dengan harga yang pantas dan layak dari sisi penawaran.
“Mobilisasi investasi industri perkayuan ke Jawa menjadi disinsentif bagi sektor hulu kehutanan di luar Jawa. Hutan alam di Kalimantan, Papua, dan Papua Barat tidak banyak menikmati multiplier effect. Sentra-sentra perkayuan justru berkembang di Jawa,” jelasnya.
Purwadi mengatakan, tidak seluruh industri plywood dan woodworking berkembang cepat dan beradaptasi dengan perkembangan pasar.
Hal ini disebabkan pasokan bahan baku dari hutan alam menurun dan perusahaan tidak mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan kerja.
Perkembangan sebaliknya ditunjukkan oleh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI), yang tren produksinya meningkat secara signifikan sejak 2003 sampai 2018, dari 5,67 juta m3 menjadi 40,13 juta m3.
Baca juga: Raja Eswatini Targetkan Peningkatan Kerja Sama dengan Indonesia
Pada tahun 2017, Indonesia menempati posisi ke-5 pengekspor terbesar produk pulp dunia sebanyak 5,2 persen.
”Ini karena permintaan industri pulp dan kertas terus meningkat,” ujar Purwadi.
Dari jumlah IUPHHK-HTI yang sudah panen, sebagian besar dipasok ke industri pulp ketimbang industri pertukangan.
Kondisi tersebut menjadi tantangan, karena permintaan kayu tanaman dari hutan rakyat di Jawa terus meningkat ke industri panel. Sementara luas lahan di Jawa makin terbatas.
Sejak 2014-2018 produk kayu olahan Indonesia yang nilai ekspornya konsisten masuk dalam 5 besar berturut adalah paper, pulp, panel, furniture, dan woodworking, bahkan sejak 1980 tidak banyak diversifikasi produk kayu olahan, selain kelima jenis produk tersebut.
Baca juga: Tabuhan Ember Iringi Kemenangan Tim Bulutangkis Indonesia di Rusia
