Edukasi Pelestarian Sungai Berawal dari Keluarga

424

Baca juga: Kepala Museum Biologi UGM dan Balar Jogja Temukan 839 Fragmen Fosil Fauna Prasejarah di Gunung Kidul

Setelah dilakukan penelusuran, justru masyarakat yang tinggal di bantaran sungai memiliki kesadaran yang tinggi akan lingkungan.

Membuang sampah di sungai justru sering dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di luar lingkungan sungai.

Tak cukup dengan mengedukasi, perlu juga ada gerakan mengelola sampah tersebut. Misalnya, membuat bank-bank sampah di ruang publik.

Selain itu, sangat baik pula mengelola lingkungan sungai dengan menjadikan sebagian darinya sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat, seperti membuat taman atau hidroponik.

Rani menjelaskan, sungai merupakan hulu dari pembangunan maritim.

Harapan besarnya, maritim juga tidak tercemar oleh sampah-sampah.

“Edukasi dan konservasi di hulu itu sangat penting, supaya pembangunan di maritim tidak terhambat,” ungkapnya.

Baca juga: Bazar Durian KAGAMA Surakarta Ludes Terjual

Sementara di hilirnya, Rani mengajak siapapun yang peduli untuk memberikan edukasi tentang antisipasi berbagai bencana alam akibat sampah, misalnya mitigasi bencana banjir.

“Kami mengimbau seluruh rumah tangga peduli terhadap lingkungan, terutama pengelolaan sampah. Mulai dapur hingga sumur,” ujarnya.

Membuang sampah tanpa tas plastik (kresek) juga merupakan usaha kecil kita untuk mengurangi pencemaran sungai.

“Kalau biasanya membeli makanan kemasan, coba ganti kebiasaan dengan membeli jajanan pasar.”

“Kalau ada event pakai model ‘munyukan’ kalau istilah Jawanya. Kita ambil makanan yang disuguhkan secukupnya, jadi nggak perlu ada plastik dan kardus,” pungkasnya.(Kn/-Th)

Baca juga: Pemandangan Selat Makassar Jadi Latar Pertemuan Bulanan KAGAMA Balikpapan