Gugus Tugas Papua UGM Usulkan Re-Instrumentasi Otsus Papua

271

Baca juga: Bupati Alumnus UGM Ini Ingin Masyarakat Tambrauw Sejahtera dengan Potensi Perikanan yang Melimpah

Capaian Minimalis Otsus Papua

Usulan reinstrumentasi UU Otsus Papua tersebut tidak terlepas dari setumpuk persoalan Papua selama ini.

Otonomi khusus Papua yang sudah berjalan 20 tahun dinilai masih menyisakan setumpuk keterbatasan.

Di bidang politik misalnya belum berjalannya kebijakan tentang lambang daerah dan simbol kultural, pembentukan partai politik, pembentukan pengadilan HAM, pembentukan KKR, dan pengakuan peradilan adat.

“Di bidang pemerintahan, Otsus tidak sepenuhnya memberikan kewenangan khusus. Banyak kebijakan lain yang melemahkan atau justru bertentangan dengan UU Otsus Papua. Otsus juga hanya memberikan kewenangan ke provinsi, tidak ke kabupaten/kota,” ucap Bambang.

Di bidang keamanan, Papua masih diselimuti konflik yang tidak pernah terselesaikan secara tuntas.

Baca juga: Pembangunan yang Baik adalah Memanusiakan Lingkungan dan Subjek Pembangunan

Jumlah kasus kekerasan di Papua bahkan terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir.

Sementara di bidang ekonomi, kesempatan OAP untuk mendapatkan pekerjaan dan akesesibilitas sumber ekonomi hilang lantaran posisi tersebut diambil pendatang.

“Kondisi tersebut juga masih diperparah setumpuk persoalan keuangan daerah yaitu ketergantungan dana otsus serta rendahnya tata kelola keuangan daerah,” tegas Bambang.

Pada kesempatan itu, Bambang juga menekankan pentingnya instrumen khusus untuk mengatasi persoalan Papua yang pelik dan khusus.

“Penyempurnaan UU Otsus Papua sangat mendesak sebagai solusi persoalan Papua. Hal ini juga penting dimaknai sebagai ikhtiar mempertemukan agenda nasional dan daerah yang diikuti dengan semangat perubahan dan perbaikan pada level individu dan agen-agen pelaksananya,” ungkap Bambang.

Bambang menekankan pentingnya penyempurnaan UU Otsus Papua yang dapat menyentuh dan menuntaskan persoalan mendasar yang selama ini dianggap sebagai sumber masalah.

Misalnya terkait ketidakjelasan batas kewenangan antar tingkatan pemerintahan serta penuntasan kebijakan rekognisi, proteksi, afirmasi, dan akselerasi. (Th)

Baca juga: Rimbawan Kagama: Hutan Makin Rusak, Kita Harus Bangkit!