Mahasiswa UGM Boyong 3 Piala Lomba Pidato Bahasa Jawa

1835

Sedikit berbeda dengan Aya dalam mengenal bahasa Jawa. Berasal dari Tegal, Aya perlu sedikit belajar lagi untuk pelafalan huruf jawa.

“Saya berasal dari Tegal dengan logat Jawa ngapak yang berbeda. Seperti pelafalan ‘A’ dibaca ‘O’ di sini, di Tegal kami mengucapkan ‘A’. Ini menjadi tantangan bagi saya,” ungkap Aya.

Selama proses lomba, Tio sempat ragu untuk tampil karena kondisi tubuh sedang demam. Hilang hafalan sempat dialaminya di akhir pidato, namun akhirnya dapat kembali fokus dan selesai dengan baik.

Pengalaman dari lomba sebelumnya membantu Tio dalam menyelesaikan lomba. Begitu juga Tama. Mahasiswi angkatan 2016 ini sempat ragu ketika mendapati pesaing terberatnya kembali mengikuti lomba. Namun keduanya tetap berusaha tenang dan optimis.

“Waktu mau maju sempat grogi karena yang juara 1 kemarin ikut juga. Duduknya tepat di dapanku pula. Akhirnya aku buat daftar kandidat juara dengan menuliskan namaku di salah satunya, sekadar untuk memberikan semangat,” ungkap Tama.

Saat pengumuman juara, Tio, Tama, dan Aya berhasil keluar menjadi juara di kategori masing-masing. Proses persiapan mereka selama ini terbayar dengan rasa bahagia ketika berhasil mengangkat piala di podium.

Aya sempat tidak percaya dia mendapat juara, karena dari keseluruhan peserta, dialah satu-satunya yang berbahasa Jawa ngapak. “Saya kaget. Ketika saya tampil, sudah banyak orang yang berbisik tentang bahasa ngapak saya. Namun ternyata saya mendapat juara,” terang mahasiswi angkatan 2017 ini.

Lomba kategoti putri, nama kandidat yang ditulis Tama ternyata hampir mendekati benar, hanya satu yang meleset. “Ternyata perkiraanku benar. Alhamdulillah bisa kembali mendapatkan juara,” ungkapnya.

Ketika ditanya soal keinginan setelah lulus, ketiganya kompak ingin melanjutkan studi untuk memperdalam bahasa Jawa. Mereka ingin mendalaminya agar kelak dapat diajarkan kepada orang lain yang tertarik dengan bahasa Jawa.(Sirajuddin/Magang)