Pencatatan Pernikahan, Pentingkah?

171

Baca juga: Dampak Cuaca Ekstrem, Penyakit Akut Leptospirosis di Bantul Meningkat

Menurut pasal 2 ayat 2 Undang-Undang perkawinan tentang pencatatan perkawinan, terdapat ketentuan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam prosesnya, ada alat hukum yang tegas dan perlindungan hukum bagi seseorang yang ingin melakukan perkawinan.

Alat hukum tersebut adalah bukti otentik atau legalitas yang diakui oleh hukum.

Kendati demikian, ada kemungkinan pelanggaran dari pasangan suami istri terhadap lainnya.

Tanpa hukum agama yang jelas, tidak menutup kemungkinan mencatatkan perkawinan akan menjadi hal yang dijauhi oleh pihak yang bersangkutan.

Baca juga: Pencegahan Bullying Perlu Masuk Kurikulum Pendidikan Sekolah Dasar

Menurut peneliti, hal itu dapat menghalangi suatu rumah tangga menjadi sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Menurut studi yang dilakukan peneliti terhadap dokumen-dokumen ikhwal pernikahan, serta memadukannya dengan hukum Islam, rukun perkawinan yang berlaku sekarang  belum tetap.

Rukun pernikahan di Indonesia juga masih dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat.

Oleh sebab itu, peneliti menilai pencatatan perkawinan di Indonesia untuk menjadi salah satu rukun perkawinan Islam penting dilakukan.

Jika tidak, maka status istri dianggap tidak sah.

Baca juga: Kesepakatan dari PBB yang Bisa Pangkas Terorisme di Indonesia

Selain itu, istri juga disebutkan tak layak untuk menerima nafkah dan harta suami bila suami meninggal dunia.

Jika bercerai, istri juga tak berhak soal harta gono-gini, serta tunjangan istri dan pensiun .

Pencatatan pernikahan juga berdampak pada anak.

Jika tidak melakukan pencatatan pernikahan, akan berpengaruh pada akta kelahiran anak yang tidak disertakan nama sang ayah.

Peneliti mengungkapkan bahwa pencatatan pernikahan sangat penting, sebab membawa dampak yang lebih baik bagi pihak yang bersangkutan. (Ezra)

Baca juga: BPD DIY Berikan Bantuan Mobil Ambulans dan Beasiswa kepada Mahasiswa UGM