Dua Direktur Bappenas Alumnus UGM Jelaskan Arah Kebijakan New Normal di Papua

1980

Baca juga: Jika Perlu, Ada Simulasi New Normal

“Yang pertama adalah distrik sebagai pusat data informasi dan pengetahuan,” kata Sumedi.

“Kedua, distrik sebagai pusat pelayanan dasar (masalah kesehatan, pangan, sanitasi, air bersih).”

“Ketiga, distrik sebagai pusat pemberdayaan masyarakat adat. Keempat, pusat inovasi dan kewirausahaan,” terangnya.

Sumedi menilai, otonomi khusus Papua seharusnya bisa melahirkan wirausahawan orang asli Papua. Sehingga harus ada target melahirkan wirausahawan Papua dengan adanya new normal.

“Kelima, distrik sebagai pusat pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan (sampah, sanitasi, banjir).”

Baca juga: Isu Sosial dan Lingkungan Jadi Bahasan dalam Seminar Daring KAGAMA NL

“Keenam, distrik sebagai Pusat pertumbuhan ekonomi (produksi, distribusi, perdagangan),” pungkas pria kelahiran 21 Januari 1965 itu.

Adapun acara ini turut dihadiri oleh Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani dan Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus dan Dewan Pertimbangan Otonomo Daerah, Andi Bataralifu, M.Si.

Sementara itu, narasumber lain yang didatangkan adalah dr. Yanri W. Subronto, Ph.D. (Dosen FK-KMK UGM), Dr. Gabriel Lele (Peneliti GTP UGM), dan Danang Wahyuhono, M.Sc. (Peneliti GTP UGM).

Kemudian, Mohamad Lakotani, S.H., M.Si., (Wakil Gubernur Papua Barat), Willem Wandik, S.E., M.Si. (Bupati Puncak), Dr Muhammad Musa’ad (Asisten II Sekda Papua), serta Dr. Nyoman Sri Antari (Kepala Dinas Kesehatan Jayapura). Dialog ini dimoderatori oleh Drs. Bambang Purwoko, M.A (Ketua GTP UGM). (Ts/-Th)

Baca juga: Gratiskan Rapid Test Massal Corona, Bupati Teluk Bintuni Alumnus UGM Raih Apresiasi Tinggi