Impian Termahal Vera Juniati Diterima di UGM

381

BULAKSUMUR, KAGAMA – Hidup dalam keadaan serba kekurangan tidak membuat Vera Juniati (19) putus asa. Ia tetap mantap bercita-cita dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Meski demikian, ia nyaris tidak percaya ketika mencermati pengumuman, ada namanya tertera di antara deretan daftar nama calon mahasiswa yang diterima di Jurusan Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (MIPA UGM).

Vera Juniati hanyalah seorang anak dari keluarga tidak mampu. Kedua orangtuanya, Sasmo Wiyono (67) dan Sutarmi (62) mencari nafkah dengan menjadi petani dan buruh pemecah batu. Tapi, Vera berhasil membuktikan bahwa keluarga tidak mampu seperti dirinya juga bisa ikut berkompetisi masuk perguruan tinggi negeri ternama. Karenanya, ibunya, Sutarmi tak kuasa menahan haru. Sontak ia mendekap Vera.

Sutarmi mengungkapkan perasaannya yang bercampur aduk, antara kaget, senang, terharu, dan juga bingung. Bingung lebih disebabkan pikirannya untuk mendapatkan uang guna membiayai kuliah Vera, kelak.

“Saya tak percaya rasanya, kalau ada anak saya bisa kuliah. Juga bingung, bagaimana biaya  kuliah,” ungkap Sutarmi di kediamannya Dusun Ngadirejo Desa Mojokerto Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Menurut Sutarmi, anak bungsunya itu sejak kecil memiliki tekad kuat bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Meskipun tidak mampu berbuat banyak, Sutarmi memaklumi impian puterinya itu. Tentu juga dia tidak berani menjanjikan kepada anaknya hal yang baginya mustahil terwujud.

Sulit bagi Sutarmi untuk menyekolahkan anak hingga jenjang perguruan tinggi. Sebab, pendapatannya bersama suaminya masih jauh dari mencukupi rumah tangganya. Memang tidak ada pekerjaan lain selain sebagai pemecah batu sungai dan bertani. Karenanya, Sutarmi pun betah bertahan meski sudah bekerja selama 10 tahun.

Namun, demi mencukupi kebutuhan pangan keluarganya, Sutarmi dan suaminya setia menjalani profesinya. Setiap ahri mereka menempuh jarak tidak kurang dari satu kilometer menuju sungai. Jika dipertimbangkan dari usianya, Sutarmi sebenarnya tidak layak bekerja keras melewati jalanan yang tidak rata, banyak tanjakan dan turunan yang menguras tenaganya yang mulai renta. Besaran pemasukannya pun tidak sebanding dengan pengeluaran energinya. Pendapatan banyak bergantung dari tetangga yang tengah membangun rumah. Kalaupun ada pembeli batunya, mereka menghargai batu per bakul seharga Rp 5.000.

Sasmo Wiyono selain bertani juga menambah penghasilan sebagai pemecah batu (Foto Diva)
Sasmo Wiyono selain bertani juga menambah penghasilan sebagai pemecah batu (Foto Diva)

Sutarmi hanya bisa menyekolahkan anak pertama sampai ketiga hingga bangku sekolah dasar dan anak keempat sampai jenjang sekolah menengah pertama. Kini, ketiga anak perempuannya telah berkeluarga dan anak keempatnya yang berjenis kelamin laki-laki telah bekerja sebagai tukang tambal ban.

Tujuh tahun terakhir, Sutarmi dan suaminya mulai mengalami keterbatasan dalam mencari nafkah. Mereka berdua terkena asam urat sehingga tidak bisa banyak bekerja. Jadi, untuk makan sehari-hari bergantung pada keempat anaknya, termasuk membiayai Vera sekolah sampai SMA.

Suratmi sedih tidak bisa berbuat banyak untuk Vera. Untuk uang saku harian sekolah saja dia tidak mampu memberi.

“Jarang bisa kasih uang saku. Kadang hanya bisa beri dua ribu saja. Sebenarnya merasa kasihan dan sedih, tapi saya bisa apa?” ucapnya menahan tangis.

Impian Termahal

Masuk di perguruan tinggi ternama Indonesia menjadi impian yang teramat mahal bagi Vera. Apalagi, bagi anak kampung yang terlahir dari keluarga kurang berkecukupan. Namun, kondisi tersebut tidak menyurutkan tekad gadis berjilbab mengejar pendidikan.

Keprihatinan sudah dijalankan Vera sedai duduk di bangku SD. Ia harus berjalan kaki sepanjang 4 kilometer menuju sekolahnya di SD Negeri 3 Mojokerto. Jarak yang terbilang jauh bagi seorang anak usia SD. Namun, kondisi tersebut tidak menghalangi langkahnya untuk bersekolah. Hasilnya, dia selalu mendapat ranking di kelasnya. Bahkan, ia pernah mewakili sekolah mengikuti OSN Matematika. Demikian pula saat di SMP, predikat juara tidak pernah lepas dari genggamannya sehingga mendapatkan beasiswa yang meringankan beban kedua orangtuanya.

Saat melanjutkan studi hingga SMA pun dijalani gadis kelahiran 30 Juni 1998 dengan perjuangan. Setiap harinya tidak kurang 17 kilometer dilalui Vera untuk sampai di sekolah menggunakan sepeda motor milik sang kakak. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka bisa belajar sampai SMA, Vera berusaha keras untuk bisa berprestasi di sekolah. Hasilnya, dia selalu masuk 5 besar di kelasnya dan pernah mengikuti OSN Astronomi tingkat Kabupaten Sragen. Berkat prestasinya itu dia kembali memperoleh beasiswa.

Hidup di tengah kondisi serba kekurangan tidak memadamkan tekad Vera untuk menggapai mimpi. Semangatnya terus menyala kuat untuk bisa membahagiakan orangtuanya. Dia yakin dengan kuliah bisa mengantarkannya pada kehidupan yang lebih baik.

“Saya ingin bisa membuat orangtua bahagia. Tidak susah seperti sekarang,” ucap Vera berderai air mata.

Vera Juniati bersama kedua orangtua dan kerabat (Foto Diva)
Vera Juniati bersama kedua orangtua dan kerabat (Foto Diva)

Namun, keinginan yang begitu kuat untuk kuliah sempat meredup melihat keadaan orangtuanya yang semakin renta. Keduanya sering sakit-sakitan sehingga tidak bisa lagi mencari nafkah secara rutin. Beruntung, kakak-kakaknya terus memberi dukungan pada Vera. Dorongan tersebut juga ditunjukkan oleh para guru di sekolah yang mengarahkan Vera untuk mendaftar kuliah melalui jalur SNMPTN Undangan dan mencari beasiswa Bidikmisi untuk anak-anak berprestasi dari keluarga kurang mampu.

“Modal saya hanyalah semangat. Dengan niat baik, apa pun bisa tercapai. Alhamdulillah benar-benar terwujud,” tutur gadis yang bercita-cita menjadi pengusaha ini.

Sasmo Wiyono dan Sutarmi hanya bisa mendoakan yang terbaik bagi anaknya. Mereka berharap Vera bisa menjalani kuliah dengan baik dan lancar.

“Tidak banyak yang bisa kami berikan. Hanya iringan doa semoga yang dicita-citakan bisa tercapai dan menjadi orang sukses,” harap keduanya. [Humas UGM/Ika/rts]