KERATON, KAGAMA – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengilustrasikan kehidupan bernegara dan bermasyarakat saat ini bagai gara–gara dalam dunia wayang. Yang terjadi adalah “greget saut”, beradu benar dan saling menangnya sendiri disertai ujaran kebencian. Rakyat setiap hari mendengar debat penuh paradoksal, kontroversial, bahkan cenderung vulgar.
“Saling silang pernyataan, pendapat satu ditimpa yang lain tapi tidak menyentuh makna substansial. Semua terpenjara dalam adegan gara–gara yang vulgar, lupa mengutamakan Pancasila sebagai basis rekonsiliasi demi kepentingan bangsa yang lebih besar,” ujar Raja Keraton Yogyakarta Hadiningrat.
Sultan menyampaikan orasi budaya di depan belasan ribu kawula, warga, pelajar dan mahasiswa DIY yang tumplek bleg di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Kamis (1/6/2017) sore. Mereka mengikuti apel Gerakan Rakyat (Gerak) Pancasila sebagai rangkaian memeringati Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni.

Menurut Sultan, Pancasila perlu dikembangkan sebagai metodologi hidup atau dalam istilah mendiang Dr Kuntowijoyo, dijadikan sebagai ideologi praktis. Kita memiliki tanggung jawab untuk menerjemahkannya sebagai pedoman berbangsa dan menjadikannya metode hidup.
“Pancasila tidak akan membumi jika hanya dijadikan mitos politik, tanpa memiliki model praktis dalam memecahkan masalah hidup masyarakat,” terangnya.
Dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi praktis dan kritis, imbuh Sultan, maka setiap warga memiliki pijakan yang kokoh dan merasa memiliki Pancasila sebagai panduan perilaku mereka. Selain itu, kita juga bisa menyelesaikan setiap perbedaan dan konflik dengan landasan nilai-nilainya atas dasar prinsip musyawarah dan mufakat secara damai dan bermartabat.

Ketua Panitia Gerak Pancasila Widihasto Wasana Putra dalam sambutan acara di depan Sultan HB X, Wakil Gubernur Paku Alam X serta jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, melaporkan kisaran warga DIY yang mengikuti Gerak Pancasila mencapai 15-an ribu dengan menu untuk berbuka bersama berupa nasi bungkus sejumlah 18 ribuan bungkus.
Gerak Pancasila lanjut Sultan, juga membawa pesan kegotong-royongan yang diekspresikan dalam bentuk nasi bungkus yang dibagikan kepada peserta Gerak Pancasila. “Kegotongroyongan dengan semangat nasi bungkus bagaikan ombak besar samudera yang menggelora. Kita pernah buktikan semangat itu di saat bencana gempa bumi 27 Mei 2006 dan Erupsi Merapi September 2010 dan sekarang untuk memperingati Hari Lahir Pancasila,” cetus Sultan.
Di penghujung acara, sebelum berbuka bersama dengan nasi bungkus, Lestanto Budiman membacakan pernyataan sikap Gerak Pancasila. Pernyataan sikap antara lain berisi ajakan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. [rts]