Tak Mampu Kendalikan Stres Picu Tindakan Bunuh Diri

496

Baca juga: Menkes Nila Imbau Masyarakat Belajar Hidup Sehat dari Jepang

Mereka merasa ragu-ragu, sehingga bisa diselamatkan.

Kemudian sering bersikap impulsif, melakukan segala sesuatu secara tidak sadar atau tanpa berpikir dulu.

Terakhir rigiditas, mereka memiliki pola pikir ke satu titik saja.

“Jika menemui orang yang sedang alami masalah berat hingga depresi, segera lakukan deteksi dini, identifikasi faktor risiko, memahami karakteristik perilaku, serta memperhatikan pernyataan niat perilaku tindak bunuh diri,” ujar Carla.

Sementara itu, Dr. Bagus Riyono, MA dosen Fakultas Psikologi UGM mengatakan, stres itu subjektif.

Misalnya ketika mahasiswa sedang berhadapan dengan dosen killer.

Tidak semua mahasiswa lantas stres menghadapinya, ada yang kemudian malah menjadi sahabat dekat dari dosen tersebut.

Stres, kata dia, terjadi karena ketidakmampuan kita melakukan manajemen diri.

Baca juga: Seminar Nasional III pra-Munas KAGAMA Soroti Kesehatan Indonesia Hadapi Revolusi Industri 4.0

“Setiap kali menghadapi masalah, penting bagi kita untuk memahami ulang kondisi yang dialami. Stres merupakan momentum bagi kita untuk merenung, berubah, dan bertanya lagi tentang siapa diri kita. Datangnya masalah merupakan proses pendewasaan,” ujar Bagus.

Seseorang yang sudah terlanjur mengalami stres dapat berdampak pada kondisi psikis dan biologis yang bisa memunculkan penyakit.

Stres jika dibiarkan bakal membuat seseorang cenderung menyakiti dirinya sendiri.

Dia menjelaskan, sejatinya prinsip kesehatan jiwa meliputi freedom, setiap manusia punya kebebasan untuk memilih dan bersikap.

Kebebasan itu harus direspon dengan tanggung jawab untuk mengendalikan diri dan jangan selalu merasa bahwa dirinya korban.

Berikutnya uncertainty, manusia harus sadar bahwa secara alamiah kehidupan memang memiliki ketidakpastian.

Caranya dengan terus memiliki harapan, sehingga kita bisa mentoleransi ketidakpastian.

Dengan harapan itu, manusia akan percaya bahwa ada altrernatif lain di dalam ketidakpastian.

Selanjutnya vulnerability, ketidakberdayaan, Bagus merujuk pada hasil studi.

Orang-orang yang bahagia adalah mereka yang tidak berdaya.

Sebab mereka siap menghadapi kejutan hidup, bahkan penolakan.

“Untuk itu manusia harus senantiasa bersikap rendah hati, jangan berpikir bahwa diri sendiri bisa selalu menang,” pungkas Bagus. (Kinanthi)

Baca juga: Mahasiswa UGM Manfaatkan Tulang Kambing untuk Material Pengganti Tulang Rusak