RUU Omnibus Law Belum Tentu Bisa Basmi Praktik Korupsi dalam Investasi

570

Baca juga: Dosen UGM Ungkap Motif di Balik Maraknya Kerajaan Abal-abal

“Apapun peraturannya, jika mindset masih berlandaskan transaksional, primordialisme, dan pemberian upeti dalam birokrasi, biaya transaksi ekonomi akan tetap tinggi,” kata Wihana.

Sementara dalam perbaikan konstitusi, RUU Omnibus Law dinilai Wihana dapat menata hierarki kewenangan dalam aturan main investasi.

Dalam hal ini, Wihana merujuk pada peraturan mana yang paling utama untuk ditaati.

Dengan demikian, tumpang tindih peraturan tidak terjadi dalam mengatur pemerintah, pasar, dan pengusaha.

Berpindah ke penyelarasan struktur tata kelola, Wihana mengapresiasi adanya desentralisasi kewenangan perizinan investasi dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.

Baca juga: Cerita Sulistyowati Saat Bikin Suasana Kelas yang ‘Mencekam’ Jadi Gayeng Berkat Permen

Namun, akuntabilitas menjadi hal yang sedikit terabaikan dengan kemunculan tindakan korupsi.

Untuk menyiasatinya, RUU Omnibus Law mesti membabat budaya turun-temurun yang bermuatan negatif.

Yakni dengan memberikan pengawasan dan struktur insentif kepada pelaku.

“Jangan sampai paket dalam Omnibus Law ini sama dengan paket-paket yang pernah dibuat,” kata Guru Besar FEB UGM ini.

“Namun, jangan dianggap Omnibus Law bakal menaikkan (ongkos) investasi, itu belum,” tuturnya.

Wihana berpendapat, jika pemberian insentif tidak dlakukan, hal-hal yang terjadi pada masa lalu bisa kembali terjadi.

Terakhir, jika struktur insentif sudah dibangun, alokasi sumber daya yang baik akan mengikuti.

Dia juga mengatakan, butuh inovasi untuk melakukan perubahan agar perizinan investasi menjadi lebih baik. (Red-Ts/TH)

Baca juga: Waspada Corona! Laporan Terkini Kondisi Beijing oleh Dubes Djauhari Oratmangun