Membedah Deklarasi Panmunjom

222

KAGAMA.CO, YOGYAKARTA – Momentum pertemuan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-In dan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un di Balai Perdamaian Antar-Korea, Panmunjom menjadi sorotan dunia. Pasalnya, kedua negara yang telah lama terlibat konflik  menyepakati Deklarasi Panmunjom yang berisi beberapa poin penting. Salah satu poin penting dalam deklarasi tersebut adalah komitmen kedua belah pihak mengakhiri perang Korea pada akhir tahun ini. Tidak hanya itu, poin penting lainnya yang menjadi perhatian dunia adalah kedua belah pihak sepakat untuk melakukan denuklirisasi Semenanjung Korea. Sebagai bentuk respons terhadap deklarasi tersebut, Institute of International Studies (IIS) Departemen Hubungan Internasional, UGM menyelenggarakan diskusi bertajuk “KTT Antar-Korea: Upaya Membangun Perdamaian dan Denuklirisasi Semenanjung Korea” pada Kamis (3/5) di Ruang Rapat IIS, UGM.

Beberapa pembicara ahli dihadirkan dalam diskusi, di antaranya Dr. Nur Rachmat Yuliantoro, M.A. (Kepala Departemen Ilmu Hubungan Interasional UGM), Dra. Siti Daulah Khoiriati, M.A. (Pakar Kajian Asia Timur dan Jepang), dan Yunizar Adiputera, M.A (Pakar Kajian Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata Nuklir). Pada kesempatan itu, Rachmat menyoroti fenomena apa yang menyebabkan pemerintahan Korea Utara menjadi lunak serta mau bertemu dan menyepakati deklarasi damai. Pasalnya, jika melihat satu tahun belakang Korea Utara terbilang gencar menebar ancaman dan melakukan uji senjata nuklir.