Nasi Berkat Yasinan Jadi Andalan Rohidin Mersyah saat Kuliah di UGM

565

Baca juga: Normal Baru di Jogja Akan Dilakukan Secara Bertahap

“Kuliah di Gadjah Mada bukan karena saya dari keluarga mentereng. Bapak Ibu saya petani buta huruf,” ucap Rohidin.

“Saya lulus SMA di Manna sekolahan biasa bukan sekolah favorit. Bahkan sekolah kecil di sebuah kabupaten saat itu.”

“Tapi keluarga saya mendorong bahwa dengan pendidikanlah derajat seseorang akan diangkat, tentu saja ketika itu diikuti dengan perilaku yang baik,” paparnya.

Sementara itu, saat bergowes ria, Rohidin bersama KAGAMA Bengkulu sengaja melintasi lorong-lorong gang kecil di tengah masyarakat.

Rohidin mengaku, hal itu dia lakukan karena ingin membangkitkan semangat masyarakat bahwa pendidikan bisa mengubah masa depan seseorang.

Baca juga: Perjuangan Ketua Harian KAGAMA Wonosobo, Rangkul UMKM dan Petani dalam Menghadapi Covid-19

“Kami memberikan semangat kepada anak-anak kampung nelayan dan masyarakat pinggiran agar merekat tetap semangat,” ucap Rohidin.

“Serta sekuat tenaga mengupayakan anak-anaknya tetap bersekolah. Sebab, sesungguhnya masa depan anak-anak itu ada di dunia pendidikan,” lanjutnya.

Menjadi bagian dari UGM pun membuat Rohidin merasa bangga. Pasalnya, sosok yang berulang tahun setiap 9 Januari ini menilai, UGM merupakan kampus besar di Indonesia.

Kiprah sang Kampus Kerakyatan juga diakui di kancah internasional. Bagi Rohidin, kampus yang lahir pada 1949 itu  mengajarkan kesetaraan, kebersamaan, hingga toleransi.

“Kampus memiliki kenangan dan kesan. Pengalaman di UGM, ada kebersamaan, kesetaraan dan toleransi yang kuat,” pungkasnya. (Ts/-Th)

Baca juga: Perkuat Kerja Sama Indonesia-Rusia, Presiden Jokowi Tunjuk Konsultan Kehormatan RI di Vladivostok