Baca juga: Dr. dr. Radjiman, Sosok yang Bijak dan Gemar Membela Wong Cilik Itu Telah Tiada
Terkait hal ini, Kiki menceritakan pengalamannya saat kali pertama mengikuti ujian di California State University, Fresno, Amerika Serikat.
Kiki merasa gugup. Pasalnya, sedari kecil sampai jenjang sarjana, dia sekolah di Jogja dengan pengantar bahasa Indonesia.
“Nanti kalau lupa semua gimana ya? Karena (ujiannya) dalam bahasa Inggris.”
“Karena saking gugupnya, saya belajar keras. Akhirnya alhamdulillah nilainya nomor 3 waktu itu di kelas,” kenang Kiki yang meraih gelar master pada 2004 ini.
Menurut Kiki, kuncinya adalah percaya diri. Pelajaran ini yang menurut Kiki paling positif bagi dirinya selama tinggal di luar negeri.
Hikmah positif yang dipetik Kiki juga terjadi saat dia pulang ke Indonesia.
Kiki merasa menjadi pribadi yang lebih berbahagia. Hal ini karena Kiki merasa lebih menghargai terhadap apa yang dia miliki dalam hidup.
Baca juga: Alumnus Jelaskan Peluang Penggunaan Big Data dalam Riset Biologi
“Karena begitu kita tinggal di luar negeri, kita merasa lonely. Kalau di Indonesia, kita cenderung take everything for granted ya. Karena kita punya temen banyak, saudara ada, semua rumah tetangga itu saudara.”
“Begitu kita tinggal di luar negeri, kita itu betul-betul feel lonely.”
Dengan begitu, kata Kiki, dirinya bisa lebih mengapresiasi hal-hal yang mungkin sederhana namun berarti.
Ketika pindahan apartemen, misalnya, Kiki merasa gembira saat dibantu oleh teman-temannya.
Begitu juga ketika menikmati waktu senggang di sebuah kafe. Kiki merasa senang bisa menikmati waktu berbincang bersama teman.
Menurut Kiki, banyak hal positif jika kita bisa skeolah dan merasakan kehidupan di luar negeri.
“Banyak jalan menuju roma. Alhamdulillah kalau orang tuanya mampu. Tapi kalau nggak, bisa cari beasiswa. Kalau ada kemauan pasti ada jalan,” pungkasnya. (Th)
Baca juga: PP Kagama Inisiasi Dialog Wakil Menteri ATR/BPN dengan Warga Desa Karya Jaya, Kukar
