Bisa Gantikan Energi Fosil, Begini Peluang dan Tantangan Riset Pengembangan Bahan Bakar Nabati

485
Alumnus Biologi UGM ini membabar peluang dan tantangan riset pengembangan bahan bakar nabati. Foto: Ist
Alumnus Biologi UGM ini membabar peluang dan tantangan riset pengembangan bahan bakar nabati. Foto: Ist

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Bahan Bakar Nabati (BBN) dinilai perlu dikembangkan dengan skala komersial di Indonesia.

Peneliti Bioteknologi di Puslit Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas (LEMIGAS), Kementerian ESDM, Devitra Saka Rani, M.Biores.Eng, punya pandangan terkait hal ini.

Dia mengungkapkan, pada tahun 2018, transportasi merupakan sektor yang mengonsumsi energi paling besar.

Sebanyak 96 persen transportasi menggunakan bahan bakar energi fosil atau BBM.

“Dengan BBN, harapannya Indonesia tidak lagi bergantung pada bahan bakar energi fosil yang ketersediaannya semakin langk,” ujarnya.

Hal tersebut diasampaikan dalam Biotalks#4: Pengembangan Energi Berbasis Biodiversitas Indonesia, secara dari beberapa waktu lalu.

Baca juga: Alumnus FEB UGM Terpilih Jadi Ketua ISEI Jakarta Raya

BBN terdiri dari beberapa jenis diantaranya bioetanol, biobutanol, biodiesel, biogas, bioavtur, dan minyak nabati murni.

“Bioetanol dan biobutanol merupakan bahan bakar sebagai campuran atau subtitusi bensin. Biasanya jenis bahan bakar ini merupakan hasil fermentasi biomassa yang mengandung karbohidrat.”

“Sedangkan biodiesel sebagai campuran atau substitusi dari solar. Bahan bakar ini terbuat dari minyak lemak nabati dengan proses metanolisis,” terangnya.

Etanol, kata Devitra, memiliki angka oktan lebih tinggi, serta memiliki pembakaran rendah dan penguapan tinggi.

Namun, bahan bakar ini juga memiliki kelemahan, etanol bersifat higroskopis, karena dapat menarik air.

Baca juga: Hal yang Membuat Kabupaten Puncak Masih Steril Covid-19