Banyak Perempuan Abaikan Hoaks di Grup WhatsApp, Mengapa?

265

Baca juga: Kepedulian Sosial KAGAMA Jawa Barat kepada Masyarakat Terdampak Wabah

Hoaks politik tersebut paling banyak diterima di grup WhatsApp teman atau alumni sekolah, yang juga merupakan sumber nomor satu untuk ujaran kebencian yang mereka terima.

Novi mengatakan, meski mayoritas perempuan memilih mendiamkan hoaks tersebut, sebagian kecil responden aktif melawan misinformasi di dalam grupnya.

“Lewat riset ini kami ingin mengungkap bagaimana perempuan Indonesia menggunakan WhatsApp dan apa motivasi mereka, termasuk cara mereka menghadapi misinformasi dan ujaran kebencian,” katanya.

Novi memaparkan, peran perempuan Indonesia perlahan bergeser, dari semata peran tradisional sebagai istri dan ibu ke peran lebih aktif di kehidupan publik.

Seiring dengan itu, menurut Novi penggunaan grup WhatsApp mewakili cara perempuan menavigasi peran domestik dan profesional mereka.

Baca juga: Refleksi Gubernur BI Perry Warjiyo atas Ramadan di Tengah Pandemi

Studi ini menemukan, secara umum, kompetensi literasi digital para perempuan berada di tingkat moderat untuk berbagai kecakapan. Tetapi, hal tersebut berada di tingkat relatif rendah untuk kecakapan kritis.

Meski demikian, ada sejumlah kasus yang menunjukkan situasi di saat para perempuan memainkan peran penting sebagai “agen literasi digital” di dalam grup WhatsApp mereka.

Jika dibekali dengan pengetahuan dan kecakapan yang tepat, kata Novi, perempuan akan memiliki peran strategis dalam melawan misinformasi dan ujaran kebencian digital, terutama menjelang Pilkada serentak 2020.

“Itulah mengapa riset ini ditindaklanjuti dengan serangkaian pelatihan literasi digital bagi perempuan. Pelatihan ini akan dilakukan di sejumlah daerah yang dinilai Bawaslu sebagai daerah rawan konflik dan misinformasi,” terangnya. (Kn/-Th)

Baca juga: Tetap Bahagia Merayakan ‘New Lebaran’ di Masa Pandemi Covid-19