Bantuternak, Aplikasi Penghubung Peternak dengan Pemodal

630

BULAKSUMUR, KAGAMA – Sebuah start up untuk aplikasi investasi sosial berbasis peternakan diciptakan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Aplikasi tersebut diberi nama Bantuternak, merupakan platform yang memertemukan investor dengan peternak sapi.

Start up tersebut dibangun Ray Rezky Ananda (Fakultas Peternakan), Hanifah Nisrina (Fakultas Kedokteran Hewan)  serta Ayub dan Fata (Fakultas Teknik) melalui ajang Innovative Academy 3 UGM. Start up dikembangkan untuk membantu peternak sapi mendapatkan modal beternak. Pengembangan usaha ini berawal dari keprihatinan mereka terhadap kondisi peternakan Indonesia, khususnya peternakan sapi yang semakin menurun.

“Jumlah peternak semakin menurun. Salah satunya karena peternak sulit memeroleh modal untuk membeli anakan sapi,” jelas CEO Bantuternak Ray Rezky di kepada wartawan, Senin (5/6/2017) di Ruang Fortakgama UGM.

Ray melanjutkan, persoalan masih ditambah ketidakseimbangan pasokan daging hingga menyebabkan Indonesia harus mengimpor sapi dari luar  untuk pemenuhan kebutuhan dagi sapi nasional.

“Sekitar 30% daging masih impor. Bahkan, pada 2016 tercatat Indonesia harus mengeluarkan anggaran 1 triliun rupiah untuk impor sapi,”ujarnya.

Hanifah Nisrina (Fakultas Kedoktran Hewan UGM) menunjukkan aplikasi Bantuternak yang diciptakannya bersama Ray Rezky Ananda (Fakultas Peternakan UGM), serta Ayub dan Fata (Fakultas Teknik UGM) (Foto Firsto AP/Humas UGM)
Hanifah Nisrina (Fakultas Kedokteran Hewan UGM) menunjukkan aplikasi Bantuternak yang diciptakannya bersama Ray Rezky Ananda (Fakultas Peternakan UGM), serta Ayub dan Fata (Fakultas Teknik UGM) (Foto Firsto AP/Humas UGM)

Melihat kondisi tersebut, Ray bersama ketiga rekannya berinisiatif mengembangkan bisnis sosial berbasis teknologi untuk membantu peternak. Selain itu, juga ke depan diharapkan dapat menjadi salah sau solusi dalam mengurangi impor daging sapi.

“Selain bisa mendapat keuntungan, berinvestasi di Bantuternak juga membantu menyejahterakan peternak karena melibatkan dan memberdayakan masyarakat bawah,”urainya.

Investasi Bantuternak bekerja dengan memberikan satu sapi setiap ada investor masuk. Adapun investasi yang ditawarkan mulai dari nominal Rp 10 ribu dengan masa investasi jangka pendek yaitu lima bulan.

“Nantinya, seekor sapi dengan paket harga 12 juta rupiah termasuk pakan dan vaksinasi akan dipelihara peternak selama lima bulan untuk kemudian dijual kembali,” jelasnya.

Hasil dan keuntungan penjualan akan dibagi kepada investor, peternak, dan tim manajemen Bantuternak. Bentuk bagi hasilnya dengan prosentase 70% investor, 20% peternak, dan 10% tim manajemen.

Ditambahkan Hanifah, melalui aplikasi Bantuternak, para investor tidak hanya bisa melihat profil dan memilih peternak. Namun, juga  dapat memantau perkembangan ternaknya. Terdapat laporan mingguan yang memaparkan kondisi ternak, baik status kesehatan, berat badan, pakan, vaksin, serta estimasi harga jual.

Aplikasi yang baru saja dirilis di playstore pada akhir Mei 2017 lalu telah berhasil diunduh tidak kurang dari 300 orang. Bahkan, saat ini sudah menggandeng 30 investor dan melibatkan 15 peternak sapi di Dusun Pelemadu, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

“Sekarang sudah bisa membantu satu peternak. Semoga ke depan bisa berjalan secara berkelanjutan untuk mendukung program swasembada daging nasional 2020 dan meningkatkan perekonomian peternak desa secara mandiri,” pungkasnya [Humas UGM/Ika/rts]