Jokowisme

266

Jokowi dalam Perspektif Kissinger

Dalam Leadership, Kissinger menyebut bahwa salah satu kualitas terpenting dalam kepemimpinan adalah keberanian dan karakter.

Keberanian untuk memilih arah diantara pilihan-pilihan yang rumit dan kompleks, yang memerlukan tekad untuk melampaui yang rutin, dan kekuatan karakter untuk mempertahankan suatu tindakan yang dianggap perlu diambil.

Awalnya tidak ada orang yang percaya bahwa kita bisa membangun sistem kereta bawah tanah karena ibukota rentan banjir, Jokowi yang kala itu menjabat Gubernur DKI memperlihatkan karakter dan keberanian dengan merealisasikan pembangunan Mass Rapid Transportation yang kini menjadi kebanggaan ibukota.

Pesimisme juga muncul ketika Jokowi memulai proses pembangunan infrastruktur.

Banyak kalangan mempertanyakan, baik manfaat maupun kesiapan kita membangun infrastruktur dalam skala besar-besaranapi Jokowi tetap berkeras.

Kini, lebih dari 2100 kilometer jalan tol yang dibangun Jokowi telah menghubungkan kota-kota, menggerakkan ekonomi, mempermudah pertukaran barang dan jasa.

Pembangunan jalan tol di era kepemimpinan Jokowi lebih dari dua kali lipat dibanding pembangunan jalan tol sejak 1978.

Lebih dari duaratus ribu kilometer jalan desa yang dibangun telah menghubungkan satu desa dengan desa lain, membuka isolasi.

Ada 18 pelabuhan yang dibangun menjadi titik hubung antara 17,000 pulau dari Sabang sampai Merauke.

Ada 21 bandar udara baru, telah memperlancar lalu lintas bisnis dan perdagangan antar daerah.

Sementara 30 bendungan dan waduk yang dibangun mengaliri sawah-sawah memperkuat ketahanan pangan kita menghadapi perubahan iklim.

Inilah kebijakan yang lahir dari kepemimpinan yang memahami persoalan rakyat, kepemimpinan yang mampu menganalisis dan merumuskan strategi yang tepat untuk membangun fondasi yang kokoh untuk mensejahterakan rakyat.

Sebuah kebijakan yang didasarkan atas visi yang jelas bahwa Infrastruktur, pada akhirnya tidak hanya akan menggerakkan ekonomi.

Karena kelak, jalan-jalan, pelabuhan, dan bandar udara, adalah titik-titik yang akan memudahkan rakyat Indonesia bertemu dan bekerja sama satu sama lain, menggerakkan ekonomi dan memperkuat persatuan.

Kualitas yang sama kembali diperlihatkan ketika Jokowi berkeras menjalankan kebijakan hilirisasi nikel, melawan Uni Eropa yang menggugat kebijakan itu di World Trade Organisation (WTO).

Sebuah langkah berani dalam membela kepentingan nasional. Dulu tahun 2013-2014 ketika Indonesia hanya mengekspor biji mentah – nilai ekspor nikel hanya Rp20 triliun.

Setelah hilirisasi berjalan dan biji nikel diolah industri dalam negeri, pendapatan negara naik hampir 17 kali lipat menjadi Rp325 triliun.

Hilirisasi membuka peluang bagi kita untuk kembali membangun basis industri nasional memanfaatkan kekayaan sumber daya alam yang membuat dunia menjuluki Indonesia sebagai “The Next Green Superpower” mengingat kita memiliki seperempat cadangan nikel dunia yang merupakan elemen terpenting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.

Sebuah kebijakan yang berhasil menggerakkan ekonomi, membuka lapangan kerja bagi anak muda, memberi nilai tambah ekonomi bagi negara, dan menempatkan Indonesia sebagai pemain penting di dunia dalam proses transisi menuju kendaaan berbasis listrik.