Arsjad Rasjid Bawa Indika Energy Jadi Perusahaan Net Zero Carbon Emmission

818

Kendaraan Listrik

Indika Energy juga melakukan perluasan bisnis dengan mendirikan perusahaan yang terkait dengan kendaraan listrik atau electric vehicle lewat perusahaan PT. Electra Mobilitas Indonesia (EMI).

Tak cuma itu, Indika Energy melalui anak usahanya, PT. Mitra Motor Group (MMG), membentuk perusahaan patungan dengan Foxtec Singapore Pte Ltd, afiliasi Foxconn pada 22 September 2022. Nama entitas baru itu adalah PT. Foxconn Indika Motor (FIM).

“Electric vehicle merupakan industri yang kami dukung karena akan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri sehingga biaya impor BBM yang dikeluarkan pemerintah bisa berkurang.”

Arsjad Risjad (keenam dari kiri) saat meninjau pabrik sepeda motor listrik ALVA ONE yang mampu memproduksi 100 ribu unit dalam setahun. Foto: Dok. Pribadi
Arsjad Risjad (keenam dari kiri) saat meninjau pabrik sepeda motor listrik ALVA ONE yang mampu memproduksi 100 ribu unit dalam setahun. Foto: Dok. Pribadi

“Kedua, penggunaan kendaraan listrik juga berdampak mengurangi emisi karbon, ini bagian dari target Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Net Zero Carbon Emission di tahun 2060.”

Baca juga: Menteri Airlangga Berharap Peran KAGAMA Wujudkan Kendaraan Listrik Murah

“Ketiga, industri kendaraan listrik merupakan industri di mana kita bisa melangkah jauh ke depan.”

“Kita tak lagi menjadi follower tapi menjadi leader,” papar Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) tersebut.

Pasalnya, menurut pria kelahiran 1970 itu, kendaraan listrik perlu bermacam-macam komponen, ada sekitar 500 komponen dan salah satu yang vital adalah baterai yang bahan baku utamanya adalah nikel.

Indonesia merupakan penyuplai lebih dari 50 persen nikel di dunia sehingga kita bisa membuat value added, kita bisa membuat baterai untuk dan menjadi supply chain dunia.

Baca juga: Menhub Minta UGM Fokus Riset Teknologi Daur Ulang Baterai Kendaraan Listrik

“Kedua, selain baterai, bodi kendaraan listrik membutuhkan aluminium agar bobotnya jadi ringan sehingga pengeluaran energi bisa dihemat.”

“Bahan baku aluminium adalah bauksit. Indonesia merupakan produsen bauksit terbesar di dunia. Kita juga punya timah, pasir silika, tembaga dan sebagainya. Kita punya semuanya.”

“Bila kita memiliki semuanya di sini, kenapa tidak sekalian kita membuat manufaktur kendaraan listrik ini di Indonesia.”

“Di samping itu, dalam program kendaraan listrik ini, kita tak hanya membangun industrinya, kita juga membangun ekosistemnya,” ungkapnya.

Baca juga : Empat Pelaku Usaha Angkutan Umum Siap Gunakan Kendaraan Listrik

Dia menilai, hal ini dapat menciptakan peluang usaha baru tidak saja untuk pelaku usaha besar, tapi juga usaha menengah dan kecil, misalnya, untuk membuat charging baterai dan sebagainya.

Oleh sebab itu, saat ini konsep bisnisnya tak lagi build operate own atau build operate transfer, tapi build operate localize (BOL).

Skema BOL dilakukan dalam tiga tahap, yaitu membangun, mengoperasikan, dan melokalisasi, dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas industri Indonesia di industri kendaraan listrik dan industri pendukungnya termasuk baterai listrik.

“Jadi, BOL bukan hanya dari luar negeri ke Indonesia, tapi juga dari dalam negeri ke berbagai daerah di tanah air, supaya di daerah tersebut tercipta perusahaan-perusahaan daerah. Apalagi kini eranya Indonesia sentris dan bukan lagi Jawa sentris,” papar Arsjad.

Baca juga: Lawan 37 Kelompok dari 3 Negara, Tim Mobil Listrik Arjuna UGM Kantongi 4 Penghargaan

Bicara soal kerja sama dengan dunia usaha dengan perguruan tinggi seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lain-lain, menurut Arsjad, saat ini Indonesia butuh peta jalan industri menuju 2045.

“Kita mesti tahu industri apa yang hendak kita bangun. Pelaku usaha, akademisi, serta profesi duduk bersama untuk merumuskan peta jalan industri Indonesia menuju 2045 sehingga kita semua tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang mesti dilakukan.”

“Kita jadi tahu teknologi apa yang kita butuhkan dan riset apa yang harus dilakukan sehingga connect untuk diaplikasikan untuk industri.”

“Berikutnya, kita butuh peta skill sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung industri Indonesia menuju 2045.”

Baca juga: Tim Berharap Ada Produksi Massal Mobil Listrik Arjuna UGM

“Dengan begitu, kita tahu skill apa saja yang dibutuhkan untuk industri sehingga sehingga perguruan tinggi atau sekolah vokasi punya gambaran untuk mendidik SDM dengan kualifikasi skill yang dibutuhkan di sektor industri.”

“Begitu pula untuk dunia profesi, kompetensi apa yang diperlukan untuk mendukung sektor industri.”

“Dengan begitu maka dunia, akademisi, dan profesi bisa connect atau nyambung untuk mewujudkan industri Indonesia menuju 2045,” pungkas Arsjad. (jos)