Begini Pandangan Sri Sultan HB X tentang Bhineka Tunggal Ika dan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

237
Sri Sultan Hamengkubuwono X menyampaikan bahwa Wawasan Nusantara Bahari telah menjadi isu politik penting, terutama dalam ide pembentukan poros lajur laut (axis sea-lanes), bagi pelayaran internasional melalui perairan Indonesia. Foto: KAGAMA.CO/Jos
Sri Sultan Hamengkubuwono X menyampaikan bahwa Wawasan Nusantara Bahari telah menjadi isu politik penting, terutama dalam ide pembentukan poros lajur laut (axis sea-lanes), bagi pelayaran internasional melalui perairan Indonesia. Foto: KAGAMA.CO/Jos

KAGAMA.CO, JAKARTA – Di tengah upaya menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, teriring pula kewajiban nasional untuk memperkuat integrasi bangsa, melalui strategi nasional aktualisasi nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika.

Perlu ditekankan, bahwa sekalipun kita satu, tetap tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu kemajemukan.

Pengalaman mengajarkan bahwa bukan semangat kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal ika) yang paling potensial untuk bisa melahirkan kesatuan dan persatuan yang kuat, melainkan pengakuan akan adanya keberagaman (bhinneka), dan kesediaan untuk menghormati kemajemukan bangsa Indonesia.

Kenyataan kemajemukan inilah, yang seringkali diabaikan dalam wacana politik elit negeri ini. Sekalipun diakui, bahwa Indonesia adalah masyarakat yang bhineka, atau berbeda-beda.

Baca juga: Presiden Jokowi Hadiri Maritime Award 2022-2023 ISPEC

Tetapi siapa pun kita, harus selalu diingat- ingatkan bahwa sesungguhnya kita ini satu (tunggal ika), dan sudah seharusnya menjadikan keberagaman sebagai faktor perekat integrasi bangsa, melalui upaya-upaya proaktif dan partisipatif.

Hal ini sebagian pandangan yang dipaparkan Sri Sultan Hamengkubuwono X ketika menyampaikan Orasi Kebangsaan yang bertema “Kebijakan Laut dan Daulat Maritim Indonesia” dalam Maritime Award 2022-2023 ISPEC di Batavia Marina, Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (10/2/2023).

Maritime Award 2022-2023 ISPEC merupakan salah satu program utama kegiatan yang diselenggarakan oleh penyelenggara International Sea Port Exhibition and Conference (ISPEC) dan didukung oleh Keraton Yogyakarta, Keluarga Besar Ir. H. Djuanda Kartawidjaja, Keluarga Besar Soedarpo Sastrosatomo, serta Yayasan Biijina Paksi Sitengsu.

Dalam Maritime Award 2022-2023 ISPEC, KAGAMA.CO dipercaya sebagai mitra media untuk perhelatan ini.

Baca juga: Pertama di Indonesia, Yogyakarta Royal Orchestra Gelar Konser Musik di Pelabuhan Sunda Kelapa

Lantas guna memenuhi tantangan tersebut, menurut Sri Sultan HB X, tentu menjadi relevan, apabila kita melakukan flashback atas upaya peneguhan Wawasan Nusantara Bahari, yang telah dilontarkan dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957.

Wawasan Nusantara Bahari, yang didesain sebagai simbol pemersatu bangsa tetap harus diperjuangkan, meski nasib dari konsep itu belum mengalami kemajuan berarti.

Bukan itu saja, nilai ekonomis, strategis, bahkan simbolis dari batas wilayah laut, belum pernah dikembangkan secara sungguh-sungguh.

Padahal, merujuk dari apa yang disampaikan Djalal (1996), diplomasi maritim dan diplomasi ekonomi, adalah bagian penting dari kebijakan luar negeri Indonesia yang amat strategis, terutama jika diperankan dalam pergeseran konstelasi geopolitik internasional masa kini.

Baca juga: Bagas Hapsoro: Maritime Award Dapat Menginspirasi Putra-Putri Indonesia

“Wawasan Nusantara Bahari telah menjadi isu politik penting, terutama dalam ide pembentukan poros lajur laut (axis sea-lanes), bagi pelayaran internasional melalui perairan Indonesia.”

“Lalu, mengapa diplomasi maritim bernilai tinggi? Alasan utamanya adalah: manfaat wilayah maritim terhadap pembangunan ekonomi.”

“Sejak tahun 1960-an, tidak mungkin bagi Pemerintah untuk mengabaikan wilayah maritim, di saat minyak bumi memompa uang ke dalam ekonomi Indonesia, dan terus berlanjut seiring membanyaknya cadangan minyak bumi ditemukan di dasar laut.”

“Tahun 1970-an merupakan dekade boom minyak bumi, di mana sekitar 60 persen kegiatan eksplorasi dilakukan di perairan Nusantara.”

Baca juga: Maritime Award Wadah Pembelajaran Generasi Muda untuk Optimalisasi Sumber Daya dan Ruang Laut

“Alasan lain adalah urgensi pembaharuan konsep geopolitik dalam Wawasan Nusantara, yang juga tidak dapat dilepaskan dari nilai simbolis wilayah maritim. Politik Indonesia juga mengenal simbolisme wilayah.”

“Misalnya ide tentang Indonesia, yang awalnya dikenal dengan integrasi seluruh komunitas dan pulau-pulau, ke dalam wilayah bekas Hindia Belanda dari Sabang hingga Merauke.”

“Itulah ide yang harus dipertajam, bukan semata komunitas dan pulau-pulau, melainkan juga mencakup integrasi daratan dan maritimnya sampai 200 mil dari garis pantai,” ujar Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut.