Hasto Wardoyo Rebranding BKKBN Baru, Lebih Fresh, dan Kian Keren

1390

Perjalanan Menuju BKKBN Baru

BKKBN pernah mengalami masa kejayaan dalam program kuantitas mengurangi jumlah anak.  Di era BKKBN baru, Hasto harus menciptakan kesuksesan baru. Padahal kesuksesan tidak pernah berulang ibarat pohon pisang tidak pernah berbuah dua kali sehingga perlu menjadi berbeda. Untuk itu, jika dulu kesuksesan program BKKBN dari segi kuantitas maka sekarang lebih kepada segi kualitas.

Kualitas ini lebih ditekankan pada kualitas anak dan keluarga sehingga anak itu harus sehat dengan mengatur jarak dan jumlahnya tidak boleh banyak. Dua anak itu sudah lebih sehat dibandingkan jumlah lainnya, maka keluarga berkualitas ini maksudnya dua anak itu lebih sehat.

“Jangan kawin terlalu muda dan jangan kawin terlalu tua kemudian jangan terlalu banyak dan terlalu sering. Sehingga dengan bendera kualitas sebenarnya sebagian masih menggunakan indikator lama seperti alat kontrasepsi harus bagus dan pasca persalinan harus bagus. Sehabis orang melahirkan itu harus ber-KB supaya jarak melahirkan tiga tahun. Dengan kata lain jika tidak mengikuti interval yang membuat sering membuat anak stunting, autis dan difabel,” terangnya.

“Marilah kita turunkan angka-angka kualitas yang buruk, seperti angka stunting masih 24,4 persen. Disusul mental emotional disorder atau gangguan jiwa ringan sebesar 9,8 persen yang mayoritas anak muda berdasar Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013-2018.”

Baca: Koentjoro Membangun Legacy Lewat Jalan Tol Trans Sumatera

Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) merilis logo baru di alaman Kantor BKKBN Pusat di Jakarta. Foto: BKKBN
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) merilis logo baru di halaman Kantor BKKBN Pusat di Jakarta. Foto: BKKBN

“Lucunya yang gangguan jiwa ringan paling tinggi adalah dua daerah istimewa yaitu DI Yogyakarta dan DI Aceh.  Kenaikan gangguan jiwa ditambah masih banyaknya stunting ini related dengan anak muda banyak yang menjadi pecandu narkoba karena mental emotional disorder,” ungkap Hasto.

Pria dengan sejumlah prestasi dan penghargaan ini berkata tantangan berikutnya berupa banyak toxic baik toxic people dan toxic relationship. Dari toxic people ini, pada saat membina rumah tangga akhirnya melahirkan toxic relationship.

Angka perceraian meningkat pesat dari 350 ribu menjadi 581 ribu pada 2021, sedangkan angka  perkawinan stagnan sebesar 1,9 juta atau 2 juta per tahun. Artinya sangat cocok apabila membangun mulai dari mental emotional disorder.

Akhirnya yang harus serius dibangun adalah keluarga muda sehingga BKKBN fokus membidik keluarga muda dibangun dengan baik supaya melahirkan generasi generasi muda yang berkualitas dan menekan angka stunting.

Karena proses reproduksi hingga melahirkan masih berat sehingga angka kematian ibu dan bayi juga masih tinggi. Itulah yang menjadi tantangan BKKBN saat ini.

Baca: Nikolas Agung Sukses Pimpin AMKA Berkat Project Creating dan Strategic Partnership

Oleh karenanya, BKKBN sangat fokus program menekan angka stunting guna mewujudkan Indonesia Emas agar tidak berakhir sekedar jargon semata.

“Berdasarkan survei Human Capital Indeks 2022 di mana Indonesia masih berada di urutan yang rendah di ASEAN, bahkan hampir sama dengan Timor Leste. Karena angka stuntingnya masih tinggi dengan IQ rendah. Dengan kata lain semuanya kembali kepada kualitas sumber daya manusia (SDM) alias keluarga.”

“Tugas BKKBN supaya pondasi SDM yang notabene keluarga yang menjadi tantangan selama ini harus diatasi. Semua penentunya adalah anak muda, maka semua harus menggunakan dengan bahasa dan cara mereka.”

“Saya memimpin BKKBN ini tidak lain berkat pengalaman, tetapi mesin penggerak BKKBN Baru tetap anak muda,” ungkap Hasto yang acapkali menyempatkan diri bertemu dan melayani pasien walau di tengah kesibukannya sejak menjadi orang nomor satu di Kulonprogo.

Baca: Maqin U. Norhadi Ciptakan Eksportir Penghasil Devisa untuk Negara

Selanjutnya, Total Fertility Rate (TFR) atau Angka Fertilitas Total sukses turun menjadi 2,22, contohnya DIY dan Jawa Tengah pun tercatar TFR-nya 1,9. Artinya setiap satu perempuan menghasilkan satu anak perempuan sehingga penduduk asli DIY atau beberapa kabupaten minus growth atau semakin berkurang karena tidak setiap perempuan menghasilkan anak perempuan.

Makanya dijaga kalau yang melahirkan itu rata-rata dua anak atau lebih sedikit supaya dijamin ada anak perempuannya alias 100 orang perempuan melahirkan 100 orang anak perempuan. Dengan demikian anak mudalah yang menjadi fokus dalam mewujudkan keluarga berkualitas penuh cinta kasih damai, tentram, sejahtera atau sakinah mawadah warahmah.