Pembatasan dan Transportasi Hewan dari Daerah Endemik Cacar Monyet Perlu Dilakukan

250

Transmisi dari Satwa Liar

Cacar monyet ditransmisikan melalui berbagai jenis satwa liar dari hewan pengerat seperti tikus dan tupai dan primata yaitu kera dan monyet.

Penularan secara kontak langsung juga dapat terjadi antarhewan.

Baca juga: Ini Bahayanya Konsumsi Telur Mentah

“Penularan cacar monyet dari manusia ke manusia utamanya melalui droplet pernafasan yang secra aumum perlu kontak erat yang cukup lama,” terangnya.

Penularan juga bisa melalui kontak langsung dengan cairan tubuh atau materi lesi cacar.

Selain itu, penularan dapat terjadi lewat kontak tidak langsung dengan benda maupun permukaan yang terkontaminasi.

Upaya pencegahan lain adalah menjaga kebersihan tangan dengan rutin mencuci tangan menggunakan sabun atau handsanitizer, memakai masker, menerapkan hubungan seksual yang aman, serta menerapkan erika batuk dan bersin yang benar.

Baca juga: Peran Media Sosial dalam Demokrasi Indonesia

“Edukasi dan peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap faktor risiko dapat dijadikan strategi utama untuk menurunkan paparan terhadap virus cacar monyet,” terang pakar biokimia dan biologi molekuler ini.

Ia mengatakan vaksinasi juga bisa mencegah cacar monyet.

Dari studi yang dilakukan Regnery 2007, dikatahui vaksinasi menggunakan vaksin cacar atau orthopoxvirus lain seperti virus vaccinia mampu memberikan perlindungan parsial terhadap infeksi virus monkeypox.

Pada tahun 2019, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui vaksin JYNNEOSTM untuk mencegah penyakit cacar monyet dengan efektivitas mencapai 85 persen.

Baca juga: Hutan Jawa Terbakar Kasus KHDPK, Dapatkah segera Diredam?

Cacar monyet merupakan penyakit endemik di Afrika Barat dan Tengah. Penyakit ini disebabkan oleh virus monkeypox, yaitu virus DNA untai-ganda beramplop dari genus Orthopoxvirus, dan famili Poxviridae.

Virus ini memiliki dua clade genetik yang berbeda, yaitu clade Afrika Barat dan clade Congo Basin (Afrika Tengah).

Data WHO 2022 menyebutkan tingkat kematian kasus clade Congo Basin dilaporkan lebih tinggi dibandingkan clade Afrika Barat, yaitu secara berurutan 10 persen dan 1 persen. (Ika)