G2R Tetrapreneur Hadirkan Kewirausahaan Desa sebagai Kebaruan Ikonik Global

483

Memetakan Solusi

Rika Fatimah memetakan solusi dari kelemahan dalam technopreneurship dengan menggunakan model G2R Tetrapreneur.

Pertama, kapasitas internal tim dan kekurangan sumber daya dapat diatasi dengan Tetra 1 atau Rantai Wirausaha yaitu dengan rantai usaha tertutup yang artinya bahan baku produk dan sumber daya manusia didapatkan pada sebuah komunitas dalam hal ini adalah masyarakat desa.

Kedua, risiko kegagalan dan kurangnya akses pemasaran dapat diatasi dengan Tetra 2 atau Pasar Wirausaha yaitu dengan menciptakan sebuah ekosistem pasar nonkompetisi (non-competition-based market).

Hal ini akan menjaga persaingan adil dan sesuai dengan kapasitas masing-masing pelaku usaha.

Ketiga, kapasitas kualitas proses produksi dapat diatasi dengan Tetra 3 atau Kualitas Wirausaha yaitu dengan menciptakan profesional sesuai dengan fungsinya, sehingga rantai bisnis tetap berjalan.

Keempat, keberlanjutan keberpihakan dapat diatasi dengan Tetra 4 atau Merek Wirausaha yaitu dengan melibatkan pemerintah baik desa, kabupaten, provinsi, hingga pusat untuk membuat suatu kebijakan untuk mendukung produk lokal.

Selama hampir 5 tahun pengimplementasian G2R Tetrapreneur dilakukan, terdapat sebuah inovasi pasar yang berhasil dicapai, yaitu pasar nonkompetisi (Tetra 2), pasar kompetisi (Tetra 3), dan pasar kebijakan (Tetra 4).

“Ketiga jenis inovasi pasar tersebut merupakan penciptaan ekosistem pasar khas Indonesia yang betul-betul ramah terhadap mayoritas pelaku usaha di Indonesia yaitu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM),” pungkas Rika Fatimah. (*)