Ayahku Guru Hebat, Aku Guru Gagal

1155

Diterima UGM

Singkat cerita saya lulus dengan baik dan diterima di Sastra Inggris Universitas Gdjah Mada (UGM). Sebenarnya saya hanya iseng saja mendaftar, karena teman-teman sepermainan saya kebanyakan langsung pergi ke Jakarta untuk mengadu nasib, bahkan ada yang pergi sejak lulus SD.

Habis lebaran banyak yang pulang kampung dengan membawa oleh-oleh “keberhasilan Jakarta”. Saya terkadang minder ketemu mereka. Saya begitu terkagum-kagum, ada orang kampung saya yang berhasil mendudukan jabatan sebagai Kepala Bagian di sebuah instansi pemerintah. Nama beliau sangat harum di kampung.

Ada raut muka bahagia di wajah ayah. Saya pun bertanya apakah saya daftar ulang atau pergi ke Jakarta. “Masuk UGM perlu satu Vespa Hid, kamu diterima tanpa uang,” jawab ayah kaget menjawab prtanyaan saya. Ketika itu ada rumor untuk masuk UGM harus menyiapkan dana seharga vespa, sepeda motor paling mewah dan hanya orang kaya yang bisa membeli.

“Bapak kan tidak punya uang”, jawab saya. Di luar dugaan beliau menjawab “Ngutang Hid”. Benar juga, saya berangkat ke Yogya dengan modal uang terbatas untuk membayar kos-kosan dan biaya hidup selama sebulan hasil ayah ngutang para tetangga.

Saya merasa punya beban yang sangat berat. Itulah sebabnya saya jarang pulang kampung, dan kalau pun pulang saya hanya di rumah ditemani radio kesayangan. Saya malu dengan tetangga. Mungin itu perasaan saya saja. Ketika itu, tahun 70-an, radio masuk barang mewah. Tidak jarang para tetangga ikut mendengarkan wayang kulit semalam suntuk, apalagi ketika RRI Semarang menampilkan dalang maestro Ki Narto Sabdo dan sinden Nyi Condro Lukito.

Di tengah serba kekurangan, saya akhirnya memberanikan diri mengajar di beberapa bimbingan tes dan setelah mendapat ijazah Bachelor of Arts, saya melamar jadi guru dan diterima di SMA Muhammadiyah II (Muha) Yogyakarta, sambil menyelesaikan tingkat doktoralnya.

Sekitar dua tahun saya mengajar di SMA Muha. Setelahh lulus dan mendapat gelar “doctorandus”, saya mengundurkan diri. Saya merasa saya bukanlah guru yang baik, walaupun saya mengajar dengan serius dan mencoba melakukan terobosan-terobosan. Tetapi karena saya bukan lulusan IKIP, saya merasa beberapa teman guru kurang menyukai cara saya mengajar.

Baca juga: KBRI Den Haag Peringati Hari Pahlawan dengan Diskusi Kebangsaan