Baca juga: Anak Agung Gede Putra: Produk yang Bagus Akan Menemukan Konsumennya Sendiri
Di 4 tahapan tersebut diolah/dikonsep ulang menjadi sebuah ramuan efektif dan efisien guna pemberdayaan desa melalui BUMDes.
Model G2RT sendiri diawali dengan inisiasi 2 desa di Kabupaten Bantul, lalu berkembang menjadi 7 desa dan di tahun 2021 sudah diimplementaskan di 21 desa di DIY.
“Dari 2 ke 7 lalu jadi 21 desa ini kan sudah jadi bukti bahwa gagasan Bu Rika ini manjur untuk peningkatan perekonomian desa,“ jelas Sukamto mengakhiri sambutannya.
Untuk diketahui, pihak Biro Bina Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY sedang mengusahakan Sekretariat G2RT menjadi produk hukum.
Hal ini agar G2RT memiliki kekuatan hukum dan menjadi komitmen bagi pemerintah DIY dalam menjalankan G2RT.
Tiga Kunci Penting
Dalam kesempatan tersebut, Rika Fatimah P.L., S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Founder, Konseptor, dan Tenaga Ahli G2R Tetrapreneur turut menyampaikan pandangannya sebagai narasumber.
Menurut Dosen Senior FEB UGM itu, kegiatan ekonomi dimulai dari akar rumput yang seharusnya berkecukupan (wealth).
Pasalnya, mereka adalah yang paling dekat dengan sumber-sumber yang ada.
Namun pada kenyataannya, mereka yang dekat dengan sumber lebih kekurangan seperti petani, nelayan, dan sebagainya.
Rika memberikan pengertian tentang tujuan dari pemberdayaan untuk menyamakan persepsi tentang tujuan pemberdayaan masyarakat.
Baca juga: Agus Taolin, Dokter Berprestasi Lulusan UGM Terpilih sebagai Bupati Kabupaten Belu
Sebagai pendahuluan, Rika menyampaikan bahwa G2R Tetrapreneur merupakan model pemberdayaan lintas kedinasan.
Idealnya, kata Rika, dalam satu kedinasan dapat mengimplementasikan satu tetra, sehingga pelaksanaan tetra tersebut tidak overlap dengan dinas lainnya.
“Ada tiga kata kunci yaitu kelembagaan, intelektual, dan profesional,” jelas Rika.
Kata kunci pertama yaitu kelembagaan yang berada pada Tetra 1 (Chainpreneur – Rantai Wirausaha) dan Tetra 2 (Marketpreneur – Pasar Wirausaha).
Inti dari kelembagaan adalah penguatan ekonomi hulu-hilir yang mandiri serta berwibawa bersama desa sebagai wadah dari manusia berkehidupan.
Yakni manusia yang hidup harmoni nuraninya bersama sumber alam lainnya yang diberikan Sang pencipta.
Oleh karena itu, kata Rika, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan salah satu frontliner bagi desa (hulu) bersama-sama dengan pihak industri serta stakeholder terkait (hilir).
Ketiganya berperan dalam pencanangan ‘kelembagaan ekonomi yang sesungguhnya, yaitu supply & demand’.
“Penguatan kelembagaan bukan hanya di hulu namun juga penting pagi hilirisasi pada pasar yang terdidik atau pasar non-kompetisi. Di dalam G2R Tetrapreneur, hal ini sejalan dengan tujuan BUMDes yaitu menggerakkan ekonomi desa,” ujar Rika.
Rika menerangkan, model G2R Tetrapreneur merupakan sebuah peta atau petunjuk (guide) bagi pencapaian ekonomi desa yang berkelanjutan.
Baca juga: Kemenhub RI Dukung Produk Fashion Indonesia Masuk ke Pasar Dunia