Bekerja di NGO Harus Siap dengan Situasi Dinamis dan Beban Kerja yang Tinggi

3392
Alumnus Gizi dan Kesehatan UGM angkatan 2005 ini menceritakan pengalamannya selama bekerja di NGO. Foto: Dok. Ist
Alumnus Gizi dan Kesehatan UGM angkatan 2005 ini menceritakan pengalamannya selama bekerja di NGO. Foto: Dok. Ist

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – A A Sagung Indriani Oka, RD, M.Gz berkali-kali pindah tempat kerja sejak lulus dari FK-KMK UGM.

Entah harus berbangga diri atau tidak, yang jelas Indri mantap dengan setiap keputusan perjalanan kariernya.

“Kalau memang lingkungan kerja toxic atau ada pertimbangan dengan keluarga, menurut saya alasan-alasan semacam ini masih masuk akal jika ingin keluar dari pekerjaan.”

“Namun, jika pindah pekerjaan karena jumlah gaji di perusahaan sasaran lebih besar, belum lagi pengalaman yang dimiliki belum lebih dari dua tahun, sebaiknya jangan terburu untuk resign,” ujarnya.

Sejak 2005 hingga saat ini, pengalaman Indri sudah malang melintang di berbagai bidang.

Baca juga: Image Petani Harus Diubah Untuk Dorong Regenerasi Petani

Mulai dari konselor, akademisi, industri, hingga ke organisasi pemerintah dan non pemerintah.

Dalam acara diskusi online Alumni Berbagi bertajuk Kiprah Ahli Gizi Dalam Lembaga Non Pemerintah, yang digelar oleh FK-KMK UGM beberapa waktu lalu, Oka berbagi pengalamannya berkarier di NGO maupun Independent Government Organization (IGO).

Diceritakan oleh Indri, pada tahun 2014-2015 dirinya pernah terlibat sebuah project di Yayasan Sayangi Tunas Cilik.

Tugas Indri adalah melakukan monitoring evaluation accountability and learning officer (monev officer) dalam program pengembangan health and nutrition.

Dari sini, dia sadar bahwa seorang lulusan gizi dan kesehatan tidak harus menjadi nutritionist. Tetapi juga bisa berkarier ke arah program manajemen pengembangan gizi.

Baca juga: Saya Dapat Hikmah Mengenali Bau Virus Corona