Perjuangan Polisi Dewa Nyoman Oka, Sumber Inspirasi Bupati Kubu Raya

3829

Baca juga: Warga KAGAMA Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Tanah Air

“Padahal bukan tugasnya sepulang malam itu. Hanya piket dia kan. Tapi mengambil peluang karena keinginan untuk ikut,” jelas Bupati dua periode itu.

Nyali Nyoman Oka memang besar kendati hanya membawa tongkat. Buat Nyoman Oka, sekali melihat peluang, itu harus diambil secara totalitas.

Padahal, bisa saja dia memilih melanjutkan perjalanan ke rumah untuk beristirahat, toh jam kerjanya sudah habis. Seperti halnya dia memilih polisi sebagai pekerjaan.

Kalau uang yang dicari, Nyoman Oka bisa jadi tidak pergi meninggalkan Bali.

Bahkan waktu itu Bali mungkin punya peluang kerja yang lebih banyak ketimbang Jogja.

Namun, Nyoman Oka ingin berbeda dari yang lain. Tak peduli kasta tinggi yang tersemat dalam namanya, dia ingin ambil bagian dalam memperjuangkan Republik yang usianya belum genap dua bulan.

Saat perang akan berlangsung, Nyoman Oka pun akhirnya mendapat pinjaman senjata.

Foto keluarga saat berkunjung ke Bali, di kampung Puri Kendran Ubud, kampung halaman I Dewa Nyoman Oka. Tampak dalam foto antara lain Mbah putri Hj. Soegiharto Oka (paling depan), ayah Bupati Muda Prof. H. Mahmud Akil, SH (atas berkumis) bersama istri di sebelahnya. Foto: Muda
Foto keluarga saat berkunjung ke Bali, di kampung Puri Kendran Ubud, kampung halaman I Dewa Nyoman Oka. Tampak dalam foto antara lain Mbah putri Hj. Soegiharto Oka (paling depan), ayah Bupati Muda Prof. H. Mahmud Akil, SH (atas berkumis) bersama istri di sebelahnya. Foto: Muda

Baca juga: Rimbawan KAGAMA Angkat Bicara soal Penetapan Luas Hutan Minimum 30 Persen di UU Nomor 41/1999

“Jadi tentara-tentara yang lain itu sebelumnya menolak senjatanya itu dipinjam. Ini yang cerita mereka dari yang lain yang masih hidup. Kata mereka, ada seorang polisi yang waktu itu maksa pokoknya mau ikut perang.”

“Itu namanya ambil peluang, momentum yang mungkin sudah dalam imajinasinya. Pergi dari Bali itu tidak mau cuma-cuma. Orang sana itu ingin beda, ingin betul-betul berjuang. Tidak manja.”

“Begitu mengambil peluang, dedikasi dan totalitas yang paling depan. Padahal kalau dipikir-pikir, kenapa tidak pulang ke rumah saja? Padahal perang itu bukan tugasnya,” kata Bupati lulusan S2 Kenotariatan UGM ini.

Kisah-kisah tersebut juga kerap Muda dengar dari sang nenek, Hj. Soegiharti Oka.

“Mereka akhirnya menikah dan lahirlah ibu kandung saya, Hj. Sri Puspitawati,” imbuhnya.

Sang Nenek meninggal pada tahun 2003 di usia ke-84 tahun dan dimakamkan di Kotagede.

Baca juga: KAGAMA Lampung Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Pardasuka, Lampung