Pandemi Covid-19 Jadi Momentum Manusia untuk Kembali ke Fitrahnya

531

Baca juga: Dubes Djauhari Sebut 21 Produk yang Berkontribusi Tingkatkan Kinerja Ekspor Indonesia ke Tiongkok

“Moralitas yang diharapkan diekspresikan dalam nilai, sekarang lebih banyak diekspresikan pada hukum-hukum positif. Ukuran salah dan benar, baik dan buruk diukur dengan angka-angka, diukur dengan kemampuan mengeksplorasi hingga mengeksploitasi alam,” ujar alumnus Fakultas Filsafat UGM angkatan 1972 ini.

Charris menuturkan, berbeda dengan pandemi yang sudah pernah terjadi sebelumnya, ternyata Covid-19 memiliki beberapa karakteristik.

Covid-19 muncul di saat manusia berada pada puncak kemampuan memahami ilmu dan teknologi.

Kemajuan teknologi dan transportasi memungkinkan adanya mobilitas manusia yang lebih tinggi, sehingga covid-19 menyebar tak terkendali hingga cepat mendunia.

“Kemajuan teknologi informasi melalui jaringan internet, termasuk media sosial, telah membuat informasi tentang covid-19 ini semakin cepat diterima masyarakat. Lalu secara cepat pula disebarluaskan.”

Baca juga: Sumbangsih Pemikiran Warga KAGAMA untuk Wujudkan Indonesia 4.0 pada Aspek Keberlanjutan dan Energi

“Belum lagi ternyata era pandemi ini berlangsung di era post truth, sehingga memunculkan berita hoaks. Tidak heran jika ada sebagian orang yang menganggap bahwa, covid-19 hanya konspirasi dari berbagai kepentingan. Masyarakat akhirnya terbelah dalam hal ini,” ungkapnya.

Fenomena pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan hidup manusia. Misalnya, dalam hal kedisiplinan menjaga kebersihan, menjaga kesehatan, relasi sosial, kepedulian dan solidaritas terhaadap sesama, tata kerjaa, hingga tata pendidikan formal. Bahkan juga telah mempengaruhi tata ritual beragama.

“Covid-19 telah mengajarkan kita sebagai manusia untuk merenungkan perjalanan kemanusiaan yang penuh kejumawaan selama ini. Manusia merasa sebagai pusat semesta dan penguasa tunggal, yang menguras habis perut bumi.”

“Kesadaran ekologis sebetulnya menempatkan manusia sebagai bagian kecil yang membutuhkan dan harus menghormati kehadiran yang lain.”

“Semoga saja dengan pandemi ini, manusia bisa sadar bahwa, mereka hanyalah bagian dari alam semesta yang tidak bisa hidup tanpa kesadaran ekologis,” ujar Charris.

Menurutnya, masa depan moral yang harus dibangun saat ini adalah etika kebersamaan, serta berusaha kembali kepada harmoni.

“Pandemi menjadi momentum untuk menyadarkan manusia kembali pada fitrahnya. Harapannya, ini bisa menjadi gerakan moral bersama,” pungkasnya. (Kn/-Th)

Baca juga: Alumnus Fapet UGM Ini Bantu Sejahterakan Peternak Indonesia Lewat Agropreneur