Kebijakan Hijau pada Minyak Kelapa Sawit Ternyata Tidak Semata-mata untuk Penyelamatan Lingkungan

391

Baca juga: Wayang Potehi, Seni dari Tiongkok yang Dipentaskan Hingga ke Pondok Pesantren

Hal yang aneh justru ketika Uni-Eropa tidak mempermasalahkan ketika ada hutan yang dibuka untuk food estate (kawasan pertanian).

Selain RED II, ada juga UK’s Due Diligence on Forest Risk Commodities. Kebijakan yang tengah digodok Inggris itu menyebut ada enam komoditas berisiko.

Lima komoditas di antaranya banyak diproduksi Indonesia: cokelat, karet, kerajinan kulit, kayu dan kertas, serta minyak kelapa sawit.

Menurut Irfan, sah-sah saja apabila EU melakukan proteksi terhadap produknya sendiri, minyak rapeseed, melalui berbagai aturan.

Namun, lanjutnya, caranya harus sesuai dengan sistem pranata yang disepakati dunia internasional.

Baca juga: Alumnus Fapet UGM Ini Bantu Sejahterakan Peternak Indonesia Lewat Agropreneur

Saat ini, Uni-Eropa memang menjadi importir terbesar ketiga minyak sawit Indonesia (sekitar 2,1 miliar euro pada 2019). Terutama, Spanyol, Italia, dan Belanda.

Walau demikian, Irfan lebih memilih melihat berbagai aturan itu secara bijak.

“Pertama, seberapa besar pengaruh (dampak) aturan-aturan itu pada berbagai produk dari Indonesia,” kata Irfan.

“Kedua, kita juga harus introspeksi. Seberapa serius upaya Indonesia memperbaiki tata guna lahannya,” jelasnya.

Irfan tak menyangkal bahwa Indonesia masih memiliki masalah dalam alih fungsi lahan.

Baca juga: Apa Kata Guru Besar Farmasi UGM soal Pemakaian Obat Remdesivir pada Pasien Covid-19?