Kebijakan Hijau pada Minyak Kelapa Sawit Ternyata Tidak Semata-mata untuk Penyelamatan Lingkungan

391
Direktur Program SPOS Indonesia Yayasan KEHATI, Irfan Bakhtiar, menilai ada maksud lain di balik ‘kebijakan hijau’ dan sertifikasi terhadap produk kehutanan. Foto: Ist
Direktur Program SPOS Indonesia Yayasan KEHATI, Irfan Bakhtiar, menilai ada maksud lain di balik ‘kebijakan hijau’ dan sertifikasi terhadap produk kehutanan. Foto: Ist

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Alumnus Kehutanan UGM angkatan 1994, Irfan Bakhtiar, S.Hut., M.Si., menyadari bahwa tren perdagangan dunia mengalami pergeseran aktor.

Dulu, perdagangan dikendalikan oleh mekanisme pasar. Dalam produk perkebunan misalnya, ada regulator yang berdiri tanpa latar belakang negara.

Regulator itu adalah FSC (Forest Stewardship Council) untuk produk kayu dan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) untuk minyak kelapa sawit.

Namun, sekarang negara menjadi pengendali pasar. Sebagai contoh, Uni-Eropa mensyaratkan seluruh produk minyak kelapa sawit yang masuk ke Benua Biru harus tersertifikasi RSPO pada 2020.

Untuk saat ini, belum banyak produk minyak kelapa sawit dari Indonesia yang mengantongi sertifikat RSPO.

Baca juga: Lulusan Magister HI UGM Ini Pilih Bangun Pendidikan di Timor-Leste ketimbang Jadi Staf Kedutaan

Sementara itu, ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa masih mengalami peningkatan.

Bagi Irfan, sertifikasi RSPO memang memberikan nuansa ‘kebijakan hijau’ yang sarat kesadaran lingkungan.

“Akan tetapi kita juga tidak boleh terlalu naif bahwa di balik ‘kebijakan hijau’ itu juga ada untuk melindungi negara mereka sendiri,” kata Irfan dalam Webinar Seri 5 Dies Natalis ke-57 Fakultas Kehutanan UGM: Politik Perdagangan Internasional: Pangan, Pasar, dan Hutan, Kamis (8/10/2020).

“Serta rakyat mereka sendiri. Itu wajar. Ketika negara bermain, maka kepentingan-kepentingan negara tentu akan masuk,” jelas Direktur Program SPOS (Strengthening Palm Oil Sustainability) Indonesia, Yayasan KEHATI (Keanekaragaman Hayati) ini.

Irfan pun menilai, ‘kebijakan hijau’ yang digulirkan tidak semata-mata untuk memperjuangkan penyelamatan lingkungan. Tetapi ada maksud lain yang kemungkinan menjadi penghambat perdagangan.

Baca juga: Melihat Peluang Ketahanan Pangan dari Modal dan Potensi Terkini Hutan Indonesia