KPH Notonegoro: Tarian Bukan Sekadar Pola Lantai dan Koreografi

1215

Baca juga: Alumnus Fapet UGM Ini Bantu Sejahterakan Peternak Indonesia Lewat Agropreneur

Kanjeng Noto menambahkan, upaya Keraton Yogyakarta untuk mendukung Gandes Luwes adalah menjaga.

Sehingga, warisan kesenian dari nenek moyang utuh dan bisa menjadi sumber bagi seniman-seniman Kota Jogja yang membutuhkan referensi.

Selain menjaga, Keraton juga mencoba sebisa mungkin menyebarluaskan sumber-sumber pengetahuan yang dipunyai.

“Kalau masyarakat Jogja ingin tahu seperti apa tari-tarian yang ada di Keraton Jogja, sekarang sangat mudah,” kata Kanjeng Noto.

“Mereka tinggal mengakses channel YouTube Keraton Jogja, semua sudah tersedia,” jelas suami dari Gusti Kanjeng Ratu Hayu ini.

Baca juga: Apa Kata Guru Besar Farmasi UGM soal Pemakaian Obat Remdesivir pada Pasien Covid-19?

Lebih jauh lagi, lanjut Kanjeng Noto, Keraton juga menyediakan berbagai rekaman notasi gending yang diunggah ke berbagai macam platform.

Untuk tari-tarian, selain sudah ada rekaman videonya, Keraton joga mengunggah naskah dan cerita tiap tarian.

Menurut Kanjeng Noto, kesenian adalah simbol dari jati dari. Karena itu, menampilkan sebuah tari bukanlah sekadar unjuk pola lantai dan koreografi.

Namun, ada filosofi dan pesan yang ingin disampaikan dalam tarian tersebut.

Baca juga: Ekandari Sulistyaningsih Bagikan Tips agar Canthelan Berumur Panjang

“Pada saat pencipta menciptakan suatu tarian, pasti ada pesan yang ingin disampaikan,” ujar Kanjeng Noto.

“Untuk itu, kami dari Keraton sekarang sudah mulai mencoba melakukan riset terlebih dahulu setiap kali menampilkan tarian.”

“Ceritanya seperti apa, menampilkan cerita apa, kami riset dan kami sebarkan melalui media-media sosial dan vlog,” terang sosok berumur 46 tahun ini.

Menurut Kanjeng Noto, pesan yang terkandung dalam tari dapat membentuk karakter dan jati diri bagi si penonton. (Ts/-Th)

Baca juga: Startup Jadi Pilihan Fathin Naufal untuk Bantu Masyarakat Terdampak Covid-19