Ketiadaan Sosok Pemimpin yang Tepat Membuat Perusahaan Jalan di Tempat

1277

Baca juga: Transformasi Digital Mampu Melepaskan Indonesia dari Middle Income Trap

Steven lantas menjelaskan mengapa manajemen talenta di suatu perusahaan hampir selalu gagal.

“Pertama, talent management bukan merupakan strategi besar korporasi. Hanya sebuah program yang dianggap ‘bagus’ jika dimiliki,” ujar Steven.

“Kedua, pengembangan talent hanya melulu bersifat in class training. Tidak stretch dan accelerated. Ketiga, atasan tidak mengetahui dan tidak berkomitmen untuk mengembangkan talent.”

“Keempat, fokus identifikasi talent hanya soal kinerja dan alasan retensi (mempertahankan karyawan) melulu,” jelas pria yang memulai karier di P&G (Procter and Gambler) ini.

Lebih lanjut, Steven melihat aktivitas pengembangan talenta di sebagian besar perusahaan saat ini masih belum efektif.

Baca juga: G2R Tetrapreneur dan GTRA Bantu Masyarakat Wujudkan Kesejahteraan Lewat Pemanfaatan Aset dan Akses Tanah

Dalam salah satu data yang dia rujuk, efektivitasnya hanya mencapai 63 persen (2015) dan 65,8 persen (2017).

Lantas bagaimana solusinya? Steven kemudian menawarkan pendekatan talentship.

Bukan model 9 kotak matriks rancangan GE/McKinsey yang populer digunakan saat ini.

“Talentship adalah kemampuan kita untuk benar-benar bisa menciptakan the right talent at the right time,” kata Steven.

“Untuk melakukan ini, ada tiga hal yang menurut saya penting. Yakni right mindset, right skills, dan right tools,” jelas sosok berkaca mata tersebut. (Ts/-Th)

Baca juga: Banyak Diminati, Begini Tantangan Menjalankan Bisnis Jasa Maternity dan New Born Baby Photography