Bisa Gantikan Energi Fosil, Begini Peluang dan Tantangan Riset Pengembangan Bahan Bakar Nabati

485

Baca juga: Teknik Pertanian dan Biosistem UGM Bawa 48 Medali dari Ajang ARC 2020

Kandungan air yang ada bisa menyebabkan korosif pada kendaraan, sehingga penggunaan etanol perlu dibatasi atau dimodifikasi agar tidak mengganggu performa kendaraan.

“Karena bersifat higroskopis, ketika bahan bakar mengalami masa dehidrasi fuel grade ethanol 99,5 persen, maka diperlukan energi yang sangat tinggi untuk menanganinya.”

“Ini membutuhkan biaya produksi yang tidak sedikit,” ungkap alumnus Fakultas Biologi UGM angkatan 1996 ini.

Selanjutnya butanol. Bahan bakar ini memiliki kandungan energi yang mendekati premium.

Karena butanol tidak memiliki sifat higroskopis, maka pengaplikasiannya pada kendaraan bisa tanpa modifikasi atau dapat ditambahkan dan dikirimkan melalui infrastruktur yang sudah ada.

Baca juga: Langkah Penting yang Harus Diambil Pemimpin Perusahaan dalam Menghadapi Krisis

“Namun, butanol juga memiliki kelemahan. Dari hasil proses fermentasi, perolehan butanol rendah. Butanol sebagai solven harga jualnya sangat mahal.”

“Meskipun demikian, jalur pembentukannya bisa kita akali dengan metabolic engineering atau genetic engineering untuk mendapatkan butanol yang lebih tinggi, cepat diperoleh, dan ekonomis,” jelasnya.

Bahan baku bioetanol dan biobutanol, kata Devitra, merupakan hasil fermentasi dari tiga jenis bahan baku yakni, gula, pati, dan selulosa.

Paling unik, sampah organik bisa dijadikan umpan dalam pembuatan bioetanol.

Devitra mengatakan bahwa pengembangan bioetanol dan biobutanol masih membutuhkan riset lebih lanjut.

Baca juga: Transformasi Digital Mampu Melepaskan Indonesia dari Middle Income Trap