Praktik Dinasti Politik Bisa Menjadi Sebuah Tindakan Anarki

882
Ketua KAGAMA Filsafat, Achmad Charris Zubair, memaparkan pandangannya dalam kaca mata moralitas terhadap praktik dinasti politik. Foto: Ist
Ketua KAGAMA Filsafat, Achmad Charris Zubair, memaparkan pandangannya dalam kaca mata moralitas terhadap praktik dinasti politik. Foto: Ist

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Seseorang memiliki naluri alamiah untuk menurunkan keberhasilan yang dia capai kepada anak turunnya.

Atau, setidaknya kepada orang-orang terdekat. Keberhasilan itu bisa harta, ilmu, hingga kekuasaan.

Ketua KAGAMA Filsafat, Achmad Charris Zubair, memandang bahwa naluri ini sebenarnya cukup wajar karena dimiliki hampir semua orang.

Hanya, naluri ini tidak mungkin dibiarkan tanpa aturan, baik secara hukum maupun moralitas.

Dalam konteks politik dinasti, naluri ini bisa jadi sebuah tindakan anarki di kehidupan manusia.

Baca juga: Pemuda Asal Maluku Ini Harus Seberangi Pulau untuk Bisa Ikuti PPSMB UGM 2020 Secara Daring

Akibatnya, hukum tidak lagi bermakna karena tidak didasari oleh hati nurani atau sadar yang lain.

Di negara dengan sistem monarki saja, tidak semua anak turun raja bisa mewarisi kekuasaan.

Harus ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh sang penerus titah.

Namun, yang jadi sorotan Charris adalah Indonesia dengan sistem demokrasinya.

“Ada ahli waris ideologis, ada juga ahli waris geneologis. Yang jadi persoalan adalah di negara kita yang menggunakan sistem demokrasi,” kata Charris.

Baca juga: KBRI Moskow Suguhi Warga Rusia Soto Ayam Saat Kembali Gelar Kelas Kebudayaan