Belajar dari Kisah Nabi Ibrahim untuk Menghadapi Pandemi

1361

Baca juga: Ganjar Ajak Para Guru Mengajar dengan Kreatif Selama KBM Daring

Konsep dan pengalaman empirik tentang solidaritas sosial di masa pendemi Covid-19, sebetulnya sudah muncul sejak zaman Nabi Ibrahim.

Meningkatkan kualitas diri juga merupakan pesan simbolik dari kisah Nabi Ibrahim dan keluarganya.

Seperti sikap empati, pengendalian dan pengelolaan diri, sebagai cikal bakal akhlak terpuji seorang muslim.

“Dalam Islam, kedudukan akhlak sangat penting. Segala aktivitas manusia tidak terlepas dari sikap yang melahirkan tingkah laku dan perbuatan. Perbuatan tercela bisa dipastikan datang dari orang yang bermasalah dalam keimanan,” jelasnya.

Persoalan duniawi, kata Idi, sudah dibicarakan secara empirik di zaman Nabi Ibrahim. Kerusakan masyarakat atau tempat, tidak terlepas dari akhlak manusia.

“Agama dalam konteks sosiologis, lebih menekankan pada peran agama dalam menjelaskan gejala-gejala sosiologis.”

“Meliputi hubungan interaksional, hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Cabang Sumsel.

Baca juga: Mikrobiologi Pertanian UGM Punya Prospek Kerja Luas

Manusia sebagai penganut dan pihak yang menginterpretasikan ajaran agama. Ketika bangsa sedang menghadapi musibah pandemi, seluruh elemen masyarakat turut berjuang beradaptasi.

Untuk itu, histori penyembelihan hewan kurban, menurut Idi, dirasa relevan dengan ikhtiar dalam mengatasi pandemi Covid-19.

“Upaya physical dan social distancing merupakan bentuk pengorbanan yang digambarkan dalam ajaran Islam. Salah satunya tertuang dalam kisah Nabi Ibrahim.”

“Melakukan segala sesuatu karena ketakwaan akan terasa lebih ringan, daripada berpikir terlalu rasional,” ungkap penasihat KAGAMA Sumsel ini.

Mereduksi persoalan Covid-19 membutuhkan pengorbanan semua pihak secara sistemik dan sinergis. Dalam Islam jika tak sinergis, kata Idi, maka masalah akan bertambah.

Sebagaimana dijelaskan dalam HR.Bukhori, Allah tidak hanya bisa menurunkan penyakit, tetapi juga memberikan penawaran.

“Jadi setiap sakit, pasti ada obatnya. Namun, manusia harus ikhtiar yang serius terlebih dahulu,” tutur pria kelahiran 1965 ini. (Kn/-Th)

Baca juga: Kemenko PMK: Upaya Penanganan Covid-19 Jangan Hanya Melibatkan Ahli Kesehatan Saja