Tata Kelola Rotan di Kalsel Dinilai Buruk, Begini Kendala dan Solusinya

555
KAGAMAHUT Kalsel memberikan rekomendasi solusi, serta mendorong Pemerintah Pusat agar membuat sejumlah kebijakan khusus tentang ketentuan ekspor rotan dan produk rotan. Foto: Ist
KAGAMAHUT Kalsel memberikan rekomendasi solusi, serta mendorong Pemerintah Pusat agar membuat sejumlah kebijakan khusus tentang ketentuan ekspor rotan dan produk rotan. Foto: Ist

KAGAMA.CO, KALSEL – Tata kelola rotan di Kalimantan Selatan dinilai masih buruk. Hal ini diperparah dengan kurangnya perhatian dari pemerintah daerah dan para stakeholder.

Ini kemudian berdampak pada kesejahteraan petani maupun tenaga kerja industri rotan.

Di samping itu, ada sebuah kebijakan yang menjadi bumerang bagi industri rotan di Kalsel, terutama para petaninya.

Kepala Kanwil Bea dan Cukai Kalbangsel, Ir. Hary Budi Wicaksono, M.Si mengatakan, Kalsel merupakan salah satu daerah penghasil rotan terbesar di Indonesia.

Kebijakan yang menurutnya perlu dikritisi yaitu Permendag No. 35/M-DAG/PER/11/2011 Tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan dan Permendag No. 44/M-DAG/PER/7/2012 Tentang Barang Dilarang Ekspor.

Baca juga: Gerakan Ekonomi Lokal Kunci Penting Kebangkitan Ekonomi Rakyat

“Ini menyebabkan terjadinya praktik ekspor rotan setengah jadi secara illegal ke luar negeri. Pasar rotan dalam negeri hanya menyerap 30% dari total rotan yang dihasilkan,” ungkap alumnus Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1983 ini.

Hal ini dia sampaikan dalam diskusi Upaya Perbaikan Tata Kelola Rotan di Kalimantan Selatan yang digelar oleh KAGAMAHUT Kalsel, pada Kamis (11/6/2020) secara daring.

Untuk itu, Bea Cukai Kalimantan Selatan menyusun MoU dengan stakeholders yang terdiri dari Pemprov Kalsel, Polda Kalsel, dan Pelindo untuk membangun tata kelola rotan di Kalsel.

Dengan tata kelola ini, kata dia, harapannya akan terbentuk pusat konsolidasi rotan, agar terwujud keterbukaan dan validitas data dan kapasitas produksi.

Selain itu, juga informasi jelas terkait jumlah rotan yang diserap pasar lokal, jumlah yang tidak terserap, dan mempersempit ruang gerak penyelundupan rotan ke luar negeri.

Baca juga: Pesan Ketua IAI Alumnus Farmasi UGM kepada Apoteker di Seluruh Indonesia