Perlu Pengembangan Produk Lokal dan Mekanisasi Pertanian untuk Bertahan di Masa Krisis

625
Dosen Fakultas Pertanian UGM, Subejo, S.P., M.Sc., Ph.D., mengungkapkan, mekanisasi pertanian bisa jadi jalan keluar untuk persoalan produksi pertanian di masa pandemi. Foto: Ist
Dosen Fakultas Pertanian UGM, Subejo, S.P., M.Sc., Ph.D., mengungkapkan, mekanisasi pertanian bisa jadi jalan keluar untuk persoalan produksi pertanian di masa pandemi. Foto: Ist

KAGAMA.CO, YOGYAKARTA – Angkatan kerja di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian. Mengutip dari data BPS tahun 2019, Subejo, S.P., M.Sc., Ph.D., mengungkapkan bahwa persentase jumlah angkatan kerja di sektor ini mencapai 27,3 juta orang.

“Para pekerja di sektor ini level kerjanya berada di skala kecil. Meskipun demikian, sektor ini mampu bertahan saat krisis 1998 lalu,” ujarnya.

Hal ini dia sampaikan dalam diskusi Menyiapkan Kenormalan Baru Pasca Pandemi Covid-19, yang digelar oleh UGM, pada Rabu (09/6/2020).

Walaupun demikian, kata Subejo, usaha di bidang pertanian dengan skala kecil ini jika dikelola dengan maksimal dan inovatif, maka kemampuan bertahannya tetap tinggi.

Dosen jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian UGM ini menjelaskan, salah satu bagian dari sektor pertanian, yakni bidang pangan, merupakan kebutuhan utama semua orang.

Baca juga: Walau Pandemi, KAGAMA Malang Raya Makin Erat Bersilaturahmi dan Bergerak Bersama

Selama orang masih membutuhkan pangan, sudah pasti bisnis pertanian prospektif.

Saat pandemi Covid-19 ini muncul, masyarakat khawatir dengan sektor pertanian yang mulai terhambat dalam hal distribusi produk dan proses produksinya.

Sebab, di masa pandemi ini diberlakukan kebijakan yang membatasi masyarakat untuk bermobilisasi. Padahal sistem kerja pertanian di desa bersifat padat karya.

“Mobilitas petani punya peran penting dalam penyiapan lahan dan panen, serta proses produksi. Jika dibatasi pasti menghambat efektivitas produksi,” ujar alumnus Sosial Ekonomi Pertanian UGM angkatan 1990 ini.

Demikian juga dalam hal distribusi produk. Memang produk masih bisa didistribusikan ke wilayah terdekat. Namun, harganya sangat murah, karena produk ini tidak bisa dibawa ke pusat konsumsi, terutama di kota-kota besar.

Baca juga: Ari Dwipayana Imbau Masyarakat Konsumsi Produk Kesehatan Dalam Negeri