Solusi Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi dari Dosen Mikrobiologi Pertanian UGM

441

Baca juga: Hati-Hati, Penyakit Autoimun Ini Bisa Kambuh Bila Terkena Stres

“Masing-masing RT kami buatkan 4 bak dari beton dengan sistem sentral drain, pembuangan airnya satu lewat tengah,” ucap Jaka.

“Sistem itu akan akan mampu menghemat penggunaan air,” jelas ahli bioteknologi lingkungan ini.

Jaka menekankan, dalam budidaya lele, kuncinya adalah membuat pakan sendiri agar biaya produksinya murah.

Dia dan warga binaannya memanfaatkan limbah rumah tangga dan pekarangan yang dibuat tempe.

Caranya, kata Jaka, limbah dikukus, dirajang, lalu dicampur ragi tempe. Setelah itu, dibungkus dengan plastik dan ditunggu 3-4 hari.

Baca juga: Mengapa Kepala Terasa Pusing Saat Berpuasa?

“Untuk sumber protein (lele), kami mengenalkan tanaman asola yang bisa mengikat unsur N (Nitrogen) di udara,” ucap Jaka.

“Asola punya kandungan protein lebih dari 35 persen,” sambung pria yang sempat berkuliah di Matematika UGM ini.

Jaka memperkirakan, biaya yang diperlukan untuk membuat pakan sendiri hanya Rp1.500 per kg. Bandingkan jika harus membeli yang per kg mencapai Rp7.000.

“Waktu untuk menyebar benihnya juga berbeda-beda. Sehingga, nanti sekampung bisa makan lele seminggu sekali tanpa harus membeli,” ucap Jaka.

“Itu kami berikan contoh di Kemuning, Gunung Kidul, yang airnya sulit. Kebutuhan protein mereka kini bisa tercukupi,” pungkasnya. (Ts/-Th)

Baca juga: KAGAMA Sleman Salurkan Bantuan Dana ke Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Sleman