Berbukalah dengan yang Manis, tapi…

215
Dr. dr. Probosuseno, Sp. Pd-K. Ger., FINASIM, S.E. memberikan rambu-rambu soal konsumsi gula di bulan Ramadan. Foto: Wowkeren
Dr. dr. Probosuseno, Sp. Pd-K. Ger., FINASIM, S.E. memberikan rambu-rambu soal konsumsi gula di bulan Ramadan. Foto: Wowkeren

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Berbukalah dengan yang manis, menjadi ungkapan yang kerap muncul selama bulan Ramadan.

Slogan ini mulanya muncul pada sebuah iklan produk teh berkemasan botol.

Adanya slogan ini kemudian membuat masyarakat berpikir bahwa ketika berbuka puasa mesti menggunakan makanan atau minuman yang manis.

Terkait hal tersebut, Dr. dr. Probosuseno, Sp. Pd-K. Ger., FINASIM, S.E. mengungkapkan pandangannya.

Hal itu dia paparkan dalam diskusi bertajuk Puasa Selama Pandemi yang digelar oleh UGM pada Selasa (5/5/2020).

Baca juga: Cegah Penularan Covid-19 pada Tenaga Medis, Fakultas Farmasi UGM Lakukan Uji Kualitas APD

Menurutnya, berbuka puasa dengan yang manis sangat baik. Ahli penyakit dalam ini pun menjelaskan dua jenis gula sebagai sumber rasa manis yang biasanya dikenal masyarakat.

“Ada rasa manis yang alami dan buatan ya, biasanya yang buatan pakai sakarin atau aspartam, manis tapi tidak ada energi,” tutur Probosuseno.

“Manis yang bagus itu yang berenergi, misalnya dari  gula buah, bisa dari kurma, atau gula pasir, yang cepat menaikkan kadar gula dalam darah,” imbuhnya.

Namun demikian, Probosuseno memberikan rambu-rambu soal konsumsi gula bagi para penderita diabetes.

Menurutnya, para penderita penyakit ini sebaiknya tidak mengonsumsi gula pasir, melainkan kurma.

Baca juga: Bagaimana Mengatasi Jam Tidur yang Kacau Selama Pandemi Covid-19?