Krisis Covid-19 Jadi Kesempatan Masyarakat untuk Usulkan Tata Kelola Global Baru  

411

Baca juga: Alumnus MEP UGM Angkatan 45 Wafat, Manokwari Kehilangan Bupati yang Cinta Toleransi



“Setiap krisis memunculkan tata kelola global baru, seperti setelah Perang Dunia I dan II, serta Perang Dingin,” terang Ketua Prodi Hubungan Internasional UGM ini.

Tata kelola global baru, kata Diah, bertujuan untuk memperbaiki kesalahan penanganan pandemi Covid-19.

Lagi pula tata kelola global sebelumnya tidak baik digunakan lagi, karena kebijakan tersebut dibentuk untuk memenuhi kepentingan negara-negara pemenang perang.

Mengutip pemikiran aktivis sosial Naomi Klein, Diah menuturkan bahwa kondisi krisis menghasilkan shock, yang kemudian ditangani dengan mengeluarkan kebijakan baru.

Kebijakan ini disebut sebagai shock doktrin, karena tidak bisa diterima di masa ‘normal’.

Baca juga: Maestro Musik Indonesia Erros Djarot Gandeng KAGAMA Care Lawan Corona

Meskipun cakupan pemberlakuannya berskala nasional, tetapi jika yang memberlakukan adalah negara besar, maka implikasinya bisa sampai ke ranah global.

Selama ini, global health governance berpegang pada political establishedment dan economic establishedment di masa krisis dan shock.

Metode ini, kata Diah, dipilih karena kemudahannya menciptakan desain penyelamatan yang siap diadopsi sebagai kebijakan.

Untuk itu, tak heran tatanan global yang kita punya selama ini terus memperkuat paham neoliberalisme dan neokonservatisme.

“Naomi menegaskan, hal ini seharusnya tidak boleh terjadi karena masyarakat sipil global sebenarnya bisa mendesakkan agenda.”

Baca juga: Budayawan Medis UGM Yakin Indonesia Punya Peluang Bikin Vaksin Covid-19