Penjelasan Guru Besar Farmasi UGM tentang Klorokuin dan Avigan, Obat yang Didatangkan Presiden Jokowi untuk Tangkal Wabah Corona

984

Baca juga: 7 Bahan yang Wajib Dimiliki Anak Kos untuk Memasak

Zullies menjelaskan bahwa Klorokuin dapat digunakan untuk terapi antiviral.

Dia mengutip pendapat Vincent dkk (2005) yang melaporkan bahwa Klorokuin memiliki efek antiviral yang kuat pada virus SARS-Cov pada sel primate.

Zullies menerangkan adanya efek penghambatan ketika sel diperlakukan dengan Klorokuin, baik sebelum maupun sesudah terpapar virus, yang menunjukkan bahwa Klorokuin memiliki feel pencegahan maupun terapi.

Mengutip dari Al Bari (2017), dia menambahkan bahwa Klorokuin meningkatakn Ph endosomal yang menghambat replikasi virus.

Selain itu, obat ini nampaknya berinteraksi dengan reseptor angiotensin-coverting enzyme 2 (ace2) selular.

Hal ini menyebabkan penghambatan terhadap ikatan virus dengan reseptor, sehingga dapat mencegah penyebaran virus SARS-CoV pada konsentrasi yang menyebabkan gejala klinis.

Pada pandemik Covid-19 di Tiongkok, Klorokuin digunakan dalam dosis 500 mg untuk dua kali sehari pada usia dewasa. Dosis ini kini diterapkan di Malaysia.

Baca juga: Mutu Pelayanan Kefarmasian di Era JKN Belum Ideal, Begini Solusinya

Sementara itu, obat kedua, yaitu Avigan merupakan obat antivirus yang dikembangkan di Toyama Chemical Jepang dengan aktivitas melawan virus RNA.

Avigan yang memiliki nama lain fatinpiravir merupakan turunan pyrazinecarboxamide.

Dalam percobaan terhadap hewan, obat ini mampu melawan beberapa virus, seperti influenza dan virus penyakit kaki dan mulut

Obat ini pada mulanya dikembangkan di Jepang, sebagai obat flu.

Namun, seiring munculnya wabah Covid-19, pemerintah Tiongkok menggunakannya sebagai percobaan pengobatan penyakit Covid-19.

Pada 17 Maret 2020, kata Zullies, seorang pejabat Tiongkok mengungkap bahwa obat ini efektif dalam mengobati Covid-19 di Wuhan dan Shenzen.

Pasien yang diberi Avigan menjadi negatif pada virus pembawa wabah tersebut setelah empat hari.

Hal itu diperkuat dengan pemeriksaan x-ray pada paru.

Hasilnya menunjukkan bahwa kondisi paru dari 91 persen pasien yang menggunakan favipravir membaik.

Menurut Zullies, meskipun dokter di Jepang telah menggunakannya, Kementerian Kesehatan Jepang menyatakan obat tersebut masih kurang efektif untuk pasien dengan gejala lebih berat.

“Saat ini, Avigan  masih menunggu persetujuan dari pemerintah Jepang untuk menjadi obat Covid-19,” pungkasnya. (Ez/-Th)

Baca juga: Sempat Panik Jelang Ujian, Dean Jadi Lulusan Terbaik FKG UGM